Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati/Repro
Ekonomi nasional ketiban berkah dengan naiknya nilai tukar mata uang Dolar terhadap Rupiah dalam beberapa waktu kemarin.
Seperti disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, penerimaan bea masuk mencapai Rp24,3 triliun pada APBN semester I TA 2024.
Kenaikan penerimaan negara dari bea masuk ini lantaran melambungnya nilai tukar Dolar terhadap Rupiah yang sempat menyentuh Rp16.400.
"Untuk bea masuk kami mengumpulkan 24,3 triliun kenaikan atau pada level yang cukup baik ini karena nilai Rupiah atau USD yang naik sehingga penerimaan kita dalam bentuk Rupiah menjadi relatif lebih baik,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR RI mengenai realisasi pelaksanaan semester I APBN 2024, di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/7).
"Meskipun nilai impor dari komoditas seperti gas, kendaraan dan suku cadangnya sebetulnya mengalami penurunan,” sambungnya.
Menteri Keuangan dua periode ini menambahkan, untuk bea keluar ada kenaikan yang cukup tinggi, mencapai 52,6 persen. Seperti kenaikan karena bea mineral yang tumbuh 10 kali lipat dibandingkan tahun lalu.
Sedangkan produksi dari sawit bea keluarnya mengalami penurunan rata-rata dari harga CPO, dan penurunan volume produksi sawit memberikan kontribusi terhadap bea keluar produk sawit yang turun namun dikompensasi dengan bea mineral.
Ia menambahkan, untuk penerimaan dari bea dan cukai pada semester I 2024 ini relatif sama dengan tahun lalu.
“Sehingga kalau kita lihat dari levelnya tidak terjadi perubahan, jadi cukai yang perlu kita waspadai dan kami laporkan di sini, bahwa penerimaan cukai mengalami kontraksi dan ini dua tahun berturut-turut. Kontraksi tahun lalu 12 persen, tahun ini 3,9 persen,” tuturnya.
Sri Mulyani pun menelusuri penurunan dari penerimaan cukai lebih karena banyak pemain dari rokok turun ke kelompok III yang tarif cukainya rendah.
“Jadi, terjadi
down trading. Karena cukai rokok dari golongan 1 adalah yang tertinggi, dan kenaikannya paling tinggi juga dibandingkan kelompok golongan kedua dan golongan ketiga yang dalam hal ini merupakan
labor intensive atau padat karya. Memang tarifnya relatif rendah namun kalau kita lihat dampaknya terjadi penurunan di dalam golongan 1 dan turun ke golongan 2 atau bahkan ke golongan tiga,” paparnya.
Meski demikian, penurunan cukai rokok ini merupakan harapan dari pemerintah, lantaran ada kewajiban untuk menekan produksi rokok.
"Namun untuk cukai ini karena memang kita melakukan pengendalian terhadap produksi rokok ya memang ini adalah dampak yang diharapkan,” tutupnya.