Salah satu gerai Nike/Net
Saham perusahaan pakaian olahraga asal Amerika Serikat (AS), Nike, sempat merosot 20 persen akhir pekan ini.
Dikutip dari Reuters, Minggu (30/6), penurunan saham diakibatkan adanya perkiraan penurunan penjualan tahunan hingga satu digit, jauh lebih rendah dibanding perkiraan analis yang memperkirakan kenaikan hampir 1 persen.
Prediksi itu telah meningkatkan kekhawatiran investor terkait masa depan brand pakaian olahraga itu untuk membendung hilangnya pangsa pasar, karena tersalip merek-merek baru seperti On dan Hoka.
"Nike berada pada titik di mana mereka ingin mengeluarkan pedoman paling konservatif yang mereka bisa, sehingga menetapkan standar rendah bagi diri mereka sendiri, dan mudah-mudahan ini dapat mereka atasi," kata kepala strategi pasar di B Riley Wealth, Art Hogan.
"Nike berada di bawah tekanan selama beberapa tahun sekarang,” sambungnya.
Menurut GlobalData, pangsa pasar perusahaan di AS dalam kategori alas kaki olahraga memang turun menjadi 34,97 persen pada 2023, dari 35,37 persen pada tahun 2022, dan 35,40 persen pada tahun 2021.
Sementara menurut laporan penelitian RBC yang dirilis pada Juni, merek perlengkapan olahraga lain, seperti Hoka, Asics, New Balance, dan On, justru menyumbang 35 persen pangsa pasar global pada 2023, dibandingkan 20 persen yang dikuasai pada periode 2013-2020.
Untuk menekan penurunan penjualan yang semakin parah, Nike mengurangi kelebihan pasokan merek termasuk Air Force 1, sebagai bagian dari rencana pemotongan biaya senilai 2 miliar dolar AS yang diluncurkan akhir tahun lalu.
Selain itu, raksasa pakaian olahraga itu juga telah mengubah jajaran produknya dengan meluncurkan sepatu kets baru dengan harga lebih rendah di bawah 100 Dolar AS (Rp1,5 juta) ke negara-negara di seluruh dunia untuk menarik konsumen.