Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan Kamis 27 Juni 2024 menyatakan penerimaan negara secara umum mengalami penurunan. Penerimaan perpajakan Indonesia pada Mei lalu merosot dibandingkan tahun sebelumnya, termasuk juga penerimaan dari kepabeanan dan cukai juga turut menurun secara tahunan.
Selain itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga turun, sehingga jika ditotal penerimaan negara secara keseluruhan dari pajak, kepabeanan dan cukai dan PNBP mengalami penurunan. Lebih lanjut Sri Mulyani menyampaikan pentingnya mewaspadai terhadap kondisi ini.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang Akuntabilitas Keuangan Negara Majelis Nasional KAHMI Bisman Bhaktiar menyampaikan sependapat dengan pernyataan Sri Mulyani tersebut.
“Iya memang betul kita perlu mewaspadai kondisi ini, salah satu penurunan tersebut misalnya dari pajak yang baru terealisasi Rp760,4 triliun angka ini masih sangat jauh dari target pajak tahun ini yang dipatok sebesar Rp1.988,9 triliun, artinya baru terealisasi 38,2 persen”, kata dia dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (30/6).
Bisman menjelaskan bahwa merosotnya realisasi penerimaan negara ini disamping disebabkan kondisi makro ekonomi juga disebabkan karena sistem, pola dan kelembagaan layanan penerimaan negara yang perlu dioptimalkan. Hal ini penting bagi pemerintah, apalagi pemerintahan ke depan oleh Prabowo-Gibran yang mempunyai banyak program andalan untuk masyarakat yang tentunya membutuhkan pembiayaan yang cukup dari APBN.
“Katakanlah ada program makan siang gratis yang diperkirakan membutuhkan anggaran lebih dari Rp70 triliun, pengentasan kemiskinan ekstrem, termasuk juga peningkatan tax ratio menjadi 23% sesuai visi misi Presiden terpilih”, tambah Bisman.
Menurut dia, program dan target ini tidak akan tercapai jika tidak ada anggarannya, karena kunci keberhasilan program dan pembangunan adalah anggaran yang bersumber dari penerimaan negara. Belum lagi ditambah masalah kebocoran dan munculnya kasus-kasus korupsi yang juga membuat penerimaan negara semakin jauh dari yang diharapkan.
Lebih lanjut Bisman menegaskan bahwa kondisi ini membahayakan bagi keberlanjutan pembangunan dan pemerintahan, karena APBN terancam tidak mampu membiayai belanja negara.
Dengan kondisi ini, Bisman mengusulkan agar dilakukan pembenahan sistem dan kelembagaan layanan penerimaan negara, salah satunya dengan konsolidasi kelembagaan pengelolaan keuangan negara.
Lanjut dia, konsolidasi ini dapat dilakukan dengan menggabungkan Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan fungsi layanan PNBP terutama yang bersumber dari pertambangan, Migas dan sumber daya alam dalam sebuah Badan Penerimaan Negara yang langsung di bawah Presiden.
“Dengan konsolidasi kelembagaan ini, maka pengelolaan penerimaan negara akan lebih efektif, fokus dan lincah. Tentunya perlu adanya fleksibilitas dan kewenangan yang cukup yang harus didukung dengan dasar hukum sebuah undang-undang,” imbuh dia.
Oleh karena itu, kita dorong agar segera dibentuk undang-undang tentang penerimaan negara. Namun jika dengan undang-undang tidak bisa cepat, maka Pemerintah bisa dengan instrumen mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU).
“Saya kira layak pemerintah mengeluarkan PERPPU Penerimaan Negara karena ini sudah darurat, APBN terancam tidak bisa membiayai operasional negara dan banyaknya kebocoran potensi pendapatan yang perlu diselamatkan,” pungkas Bisman.