DATA bersumber dari Refinitiv menyampaikan informasi bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp16.401,51 pada tanggal 27 Juni 2024 pukul 08.27 UTC. Nilai tukar tersebut sedikit lebih baik dibandingkan posisi tanggal 20 Juni 2024, yang sebesar Rp16.425 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah tersebut merupakan angka yang terendah selama periode analisis 31 Januari 2012-Juni 2024.
Nilai tukar rupiah yang terendah, telah mengingatkan pada posisi nilai tukar rupiah pada pertengahan tahun 1998. Ketika itu nilai tukar rupiah mencapai Rp16.800 per dolar AS, yaitu ketika terjadi krisis ekonomi di Indonesia. Krisis ekonomi, yang membuat Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden pada tanggal 21 Mei 1998.
Ketika itu nilai tukar rupiah mengalami pelemahan dari semula sebesar Rp1.997 pada tahun 1991. Untuk melemah menjadi Rp16.800 diperlukan waktu secara bertahap selama 7 tahun, yang dimulai dari krisis moneter sejak pertengahan tahun 1996.
Pelemahan nilai tukar rupiah yang berkepanjangan, antara lain waktu itu membuat harga BBM dinaikkan dari Rp700 per liter menjadi Rp1.200 per liter, sehingga terjadi kerusuhan dan demonstrasi dimana-mana, terutama di kota-kota besar.
Penguatan dolar AS atau pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, kali ini diikuti oleh tingginya laju inflasi golongan makanan dan minuman melebihi target inflasi dalam asumsi dasar APBN. Juga terjadi kebangkrutan pada sebagian industri tekstil dan industri pakaian jadi, yang kalah bersaing dibandingkan produk impor dari China.
Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi dalam jumlah yang besar, ribuan orang. Sebelumnya juga terjadi penutupan dan relokasi pada sebagian pabrik-pabrik di Indonesia, misalnya pabrik sepatu Bata ditutup. Beberapa toko buku terkenal juga tutup.
Bank Indonesia, yang antara lain berkewajiban menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan laju inflasi juga telah melakukan intervensi pasar. Akan tetapi nilai tukar rupiah masih berfluktuasi. Fluktuasi nilai tukar rupiah yang melemah ini menimbulkan spekulasi dari kalangan oposisi di luar parlemen, yang berharap pelemahan nilai tukar rupiah masih terus berlanjut.
Kalau perlu nilai tukar rupiah bukan hanya menembus angka Rp17.000 per dolar AS. Bahkan, kalau perlu nilai tukar rupiah menembus angka Rp20.000 per dolar AS. Kelompok oposisi di luar parlemen tersebut berandai-andai sejarah krisis ekonomi tahun 1998 di Indonesia kembali terulang.
Mereka terkesan berharap, agar pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Ma’ruf Amin menyatakan berhenti, sekalipun Presiden terpilih belum dilantik. Berhenti, agar terjadi perubahan rezim pemerintahan.
Dengan terpilihnya Presiden yang baru, mereka khawatir akan terjadi pengulangan sejarah kembalinya Orde Reformasi kembali ke Orde Baru. Bahkan ada kekhawatiran berpeluang lebih bersifat tirani dan buruk dibandingkan Orde Baru sekalipun.
N. Gregory Mankiw adalah seorang pengajar pada Universitas Harvard. Ekonom Mankiw berpendapat bahwa variabel nilai tukar riil valuta asing merupakan penghubung pada variabel ekspor bersih, yaitu ekspor dikurangi dengan impor.
Dengan ekspor berhubungan positif dan dengan impor berhubungan negatif. Juga berhubungan positif dengan tabungan, namun berhubungan negatif dengan investasi. Nilai tukar riil adalah nilai tukar dikalikan dengan rasio harga barang atau jasa antar negara.
Selanjutnya nilai tukar nominal valuta asing berhubungan positif dengan perbedaan laju inflasi.
Net capital outflows juga berhubungan positif dengan nilai tukar riil. Suku bunga riil berhubungan negatif dengan nilai tukar riil. Juga berhubungan positif dengan kurva likuiditas uang.
Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa uang beredar luas (M2) berkembang dengan tren meningkat selama periode Januari 2018-April 2024. Banyaknya jumlah uang beredar M2 yang semakin besar berpotensi untuk terjadi peningkatan pembelian mata uang dolar AS untuk keperluan membayar utang yang jatuh tempo, maupun keperluan transaksi lainnya, dan kebutuhan untuk melakukan spekulasi perdagangan mata uang dolar AS.
Suku bunga acuan Bank Indonesia mengalami fluktuasi selama periode waktu analisis yang sama di atas. Terakhir, suku bunga acuan Bank Indonesia ditetapkan yang tertinggi dan tetap sebesar 6,25 persen, sedangkan kebijakan suku bunga bank sentral AS ditetapkan tetap sebesar 5,50 persen.
Selisih perbedaan suku bunga kedua bank sentral tersebut sebesar 0,75 persen yang tergolong tipis dibandingkan ketika pada bulan Januari 2018, yang mempunyai selisih perbedaan sebesar 2,75 persen di antara suku bunga bank sentral AS dibandingkan suku bunga acuan Bank Indonesia.
Rupanya penerapan suku bunga acuan yang tinggi di Indonesia, sudah sulit untuk dapat membuat perbedaan suku bunga acuan bank yang jauh lebih tinggi dibandingkan suku bunga bank sentral AS. Implikasinya adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan yang serius pada bulan Juni 2024 ini.
Pada data neraca pembayaran Indonesia diketahui bahwa terjadi defisit pada neraca transaksi berjalan sebesar negatif 2.161 juta dolar AS pada kuartal I tahun 2024. Sekalipun neraca transaksi modal mengalami surplus sebesar 3 juta dolar AS pada periode yang sama, namun terjadi defisit neraca transaksi keuangan sebesar negatif 2.305 juta dolar AS.
Sekalipun neraca ekspor barang mengalami surplus sebesar 9.823 juta dolar AS, namun posisi defisit neraca jasa-jasa sebesar negatif 4.417 juta dolar AS. Disamping itu terjadi defisit neraca pendapatan primer yang sebesar negatif 8.944 juta dolar AS, walaupun terjadi surplus neraca pendapatan sekunder sebesar 1.376 juta dolar AS pada kuartal I tahun 2024.
Jadi, peristiwa defisit neraca transaksi berjalan, defisit neraca transaksi keuangan, defisit neraca jasa-jasa, dan defisit neraca pendapatan primer tersebut menjelaskan tentang mengapa peristiwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih terjadi.
Oleh karena itu, langkah nyata pemerintah untuk menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan memperbaiki perekonomian Indonesia adalah dengan membuat surplus pada neraca-neraca yang mengalami defisit tersebut tadi.
Sebab, menaikkan suku bunga acuan menjadi lebih tinggi lagi berisiko menimbulkan lebih banyak perusahaan gagal bayar utang dan gagal impor bahan baku industri.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Pengajar Universitas Mercu Buana