Mantan Presiden Honduras Juan Orlando Hernández/Net
Kasus penyelundupan narkoba yang menjerat mantan Presiden Honduras Juan Orlando Hernández membuatnya dijatuhi hukuman penjara di New York Amerika Serikat.
Setelah persidangan dua minggu, Hakim P. Kevin Castel akhirnya menjatuhkan vonis penjara selama 45 tahun dan denda 8 juta dolar AS atas keterlibatan Hernández dengan penyelundupan narkoba seberat 40 ton kokain ke AS selama satu dekade terakhir.
Hakim Castel menegaskan bahwa hukuman tersebut menjadi peringatan bagi bahwa orang yang berpendidikan dan punya kuasa tidak lepas dari hukum.
"Pendidikan, kekayaan, status dan kekuasaan yang mereka miliki tidak lantas membuat mereka bebas dari hukum saat mereka melakukan kesalahan," ujarnya, seperti dimuat
Fox News pada Kamis (27/6).
Hernández menggambarkan dirinya sebagai pahlawan gerakan anti-perdagangan narkoba yang bekerja sama dengan otoritas Amerika di bawah tiga pemerintahan kepresidenan AS.
Namun menurut hakim, bukti persidangan membuktikan sebaliknya, Hernández menggunakan pencitraan itu sebagai kedok untuk menyembunyikan aktivitasnya yang mengerahkan kepolisian dan tentara untuk melindungi perdagangan narkoba.
Hakim Castel menyebut Hernández sebagai politisi bermuka dua yang haus kekuasaan yang melindungi penyelundup narkoba.
Hernandes menentang putusan tersebut dan mengatakan bahwa dirinya telah dihukum secara tidak adil.
“Saya tidak bersalah,” kata Hernández melalui seorang penerjemah selama proses sidang.
Saat hukuman diumumkan, Hernández yang berkacamata dan mengenakan seragam penjara berwarna hijau kusam berdiri di samping pengacaranya di depan dua perwira AS.
Setelah berjabat tangan dengan pengacaranya Hernández berjalan tertatih-tatih keluar pengadilan dengan bantuan tongkat dan penyangga pada satu kakinya.
Pria berusia 55 tahun itu ditangkap di rumahnya di Tegucigalpa, ibu kota Honduras, tiga bulan setelah meninggalkan jabatannya pada tahun 2022 dan diekstradisi ke AS pada bulan April tahun itu.
Jaksa AS mengatakan Hernández bekerja dengan para penyelundup narkoba sejak tahun 2004, menerima suap jutaan dolar saat ia naik jabatan menjadi presiden Honduras.
Hernández mengakui dalam kesaksiannya di persidangan bahwa uang narkoba dibayarkan ke hampir semua partai politik di Honduras, tetapi dia sendiri membantah menerima suap.
Di Honduras pada hari Rabu (26/6), Duta Besar AS Laura Dogu menyebut hukuman tersebut sebagai langkah penting dalam memerangi konsekuensi sosial dari perdagangan narkoba.
“Di sini, di Honduras dan di Amerika Serikat, kita tidak boleh lupa bahwa tindakan Juan Orlando telah membuat rakyat menderita,” kata Dogu.
Pada konferensi pers di Honduras, istri Hernández, Ana García, mengatakan suaminya tidak bersalah dan menyebut hukuman tersebut sebagai "hukuman mati tanpa pengadilan".
García yang berencana mencalonkan diri sebagai presiden tahun depan menantikan permohonan banding suaminya.
“Hari ini hanyalah satu babak dari serangkaian ketidakadilan,” ujarnya.
Saksi-saksi di persidangan termasuk para penyelundup yang mengaku bertanggung jawab atas puluhan pembunuhan dan mengatakan Hernández melindungi mereka termasuk gembong narkoba terkenal Meksiko Joaquín "El Chapo" Guzmán, yang menjalani hukuman penjara seumur hidup di AS.