Tercatat ada 40 jemaah haji Indonesia yang wafat pada periode puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Sebanyak 11 jemaah wafat di Arafah dan 29 jemaah wafat di Mina.
“Dari data itu, terbagi wafat di tenda, pos kesehatan, dan rumah sakit Arab Saudi, baik di Arafah maupun Mina,” kata Kepala Bidang Kesehatan pada Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), Indro Murwoko dikutip Minggu (23/6).
Indro mengatakan, jika dibandingkan data 2023, jumlah jemaah yang wafat pada periode Armuzna tahun ini lebih kecil.
Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) mencatat jumlah jemaah wafat periode Armuzna pada 2023 sebanyak 64 orang. Jumlah ini terdiri atas 13 jemaah wafat di Arafah dan 51 orang wafat di Mina.
Menurut Indro, jemaah haji Indonesia meninggal di Tanah Suci mendapat penanganan sesuai prosedur. Ketika ada jemaah meninggal, tenaga kesehatan akan membuat Certivicate of Death (COD).
Setelah itu, petugas akan berkoordinasi dengan kantor maktab atau kantor sektor atau kantor daker untuk melengkapi persyaratan administrasi lainnya, misalnya: surat kesediaan dimakamkan, dan yang lain.
“Setelah administrasi disiapkan, biasanya diserahkan ke Masyariq atau Maktab untuk proses pemulasaraan,” kata Indro.
Periode Armuzna diawali pada 8 Zulhijjah seiring keberangkatan jemaah haji Indonesia dari hotel di Makkah menuju Arafah untuk menjalani wukuf. Dari Arafah, jemaah bergerak menuju Muzdalifah untuk mabit (menginap), dilanjutkan ke Mina.
Jemaah menginap di Mina selama minimal tiga hari, sejak 10 Zulhijjah. Fase puncak haji berakhir pada 14 Zulhijjah, ditandai kembalinya jemaah yang mengambil Nafar Tsani dari Mina ke hotel di Makkah.