Berita

Jurubicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto/RMOL

Hukum

KPK Masih Proses Laporan Jatam soal Pencabutan Izin Tambang

SENIN, 17 JUNI 2024 | 11:28 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan analisis terkait laporan dugaan korupsi proses pencabutan ribuan izin tambang sejak 2021-2023 oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia.

Hal itu dipastikan Jurubicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, saat ditanya perkembangan laporan yang telah dilayangkan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) pada Selasa lalu (19/3).

"Semua laporan pasti dianalisis. Ya pasti dilakukan analisis, apakah itu memenuhi kriteria untuk ditindaklanjutkan ke penyelidikan atau tidak," kata Tessa seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Senin (17/6).

Tessa menjelaskan, pihaknya menyerahkan mekanisme proses laporan tersebut kepada Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM).

"Jadi kalau pertanyaannya bagaimana, ya kita tunggu saja," pungkas Tessa.

Sebelumnya, Koordinator Nasional Jatam, Melky Nahar mengatakan, pihaknya secara resmi telah melaporkan Menteri Bahlil Lahadalia kepada KPK terkait dugaan korupsi dalam pencabutan izin tambang.

"Hari ini kami dari Jatam melaporkan dugaan korupsi yang dilakukan oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM, saudara Bahlil kepada KPK terkait dengan proses pencabutan ribuan izin tambang sejak 2021-2023 yang kami duga penuh dengan praktik korupsi," kata Melky kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (19/3).

Melky menjelaskan, pelaporan ini sangat penting agar KPK dapat membuka pola-pola yang digunakan pada pejabat negara, terutama Bahlil berkaitan dengan proses pencabutan izin tambang yang menuai polemik.

"Kalau kita cek, Presiden Jokowi kurang lebih mengeluarkan tiga regulasi yang kemudian memberikan kuasa yang besar kepada Menteri Bahlil," terang Melky.

Di mana, Bahlil telah mencabut ribuan izin tambang di Indonesia pascamendapatkan kuasa dan mandat dari Presiden Jokowi sejak 2021 melalui Keputusan Presiden (Keppres) 11/2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi. Bahlil pun ditunjuk sebagai Ketua Satuan Tugas (Satgas), untuk memastikan realisasi investasi dan menyelesaikan masalah perizinan, serta menelusuri izin pertambangan dan perkebunan yang tak produktif.

Pada 2022, Presiden Jokowi kembali meneken Keppres 1/2022 tentang Satgas Penataan Lahan dan Penataan Investasi. Melalui Keppres itu, Bahlil diberi kuasa untuk mencabut izin tambang, hak guna usaha, dan konsesi kawasan hutan, serta dimungkinkan untuk memberikan kemudahan kepada organisasi kemasyarakatan, koperasi, dan lain-lain untuk mendapatkan lahan/konsesi.

Kemudian pada Oktober 2023, Presiden Jokowi kembali mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) 70/2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi. Melalui regulasi itu, Bahlil diberikan wewenang untuk mencabut izin tambang, perkebunan, dan konsesi kawasan hutan, serta bisa memberikan izin pemanfaatan lahan untuk ormas, koperasi, dan lain-lain.

"Kami nilai, proses pencabutan izin yang dilakukan oleh Menteri Bahlil kemarin itu cenderung tebang pilih dan penuh transaksional. Dan ini kemudian ujungnya bisa menguntungkan diri, menguntungkan kelompok atau badan usaha lain," papar Melky.

"Jadi bisa bayangkan, ribuan izin yang dicabut oleh Menteri Bahlil kemarin, lalu kemudian ada dugaan Bahlil mematok fee atau tarif perusahaan yang ingin izinnya dipulihkan. Pertanyaannya, seberapa besar keuntungan yang didapat dari praktik langsung seperti itu?" sambungnya.

Untuk memperkuat laporan, Jatam menyerahkan beberapa alat bukti. Di antaranya adalah satu bundel terkait daftar sumbangan dana kampanye Pilpres 2019.

"Ada dua perusahaan penyumbang cukup besar ke salah satu kandidat presiden dan yang terpilih pada waktu itu 2019 terhubung dengan Bahlil. Fakta-fakta itu, irisan-irisan itu yang penting untuk dibuka, diperiksa lagi oleh KPK. Jangan-jangan kewenangan yang begitu besar adalah balas jasa dan karena di Pemilu 2019, lalu kemudian pencabutan izin pun demikian," kata Kepala Divisi Hukum Jatam, Muhammad Jamil.

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya