Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS yang anjlok di angka Rp 16,486,50 dampaknya akan terjadi dalam waktu yang tidak sebentar.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, kondisi tersebut tidak lepas dari penetapan suku bunga acuan The Fed.
"Menguatnya Dolar ini dipengaruhi oleh arah bunga acuan The Fed yang kemungkinan belum segera turun, bahkan diprediksi hanya akan turun sekali dalam tahun ini, sehingga bunga di AS masih akan tinggi," kata Eko Listiyanto kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (15/6).
The Fed alias The Federal Reserve System sendiri merupakan bank sentral Amerika Serikat.
Lanjut Eko, dampak melemahnya Rupiah di domestik, adanya urgensi dalam mempersiapkan strategi anggaran yang sangat dibutuhkan untuk pembiayaan utang.
"Di mana strategi besar anggaran masih seputar antisipasi besarnya subsidi energi, bansos, program-program peningkatan kesejahteraan," katanya.
Saat ini, lanjutnya, tidak ada akselerasi belanja modal untuk mengarah pada penurunan ICOR atau penambahan kapital terhadap penambahan sejumlah output yang akan membuat efisiensi dalam investasi dan bisnis di Indonesia untuk membuat perekonomian lebih produktif.
"Akibatnya, Rupiah cenderung melemah kena sentiment bunga AS dan strategi fiskal RAPBN 2025 yang bertumpu pada pelebaran defisit," sambungnya.
Di sisi kain, bagi masyarakat dalam menyikapi melemahnya Rupiah saat ini, Eko menyarankan agar kurangi konsumsi produk impor. Sebaliknya, belanjakan untuk konsumsi dalam negeri seperti UMKM.
"Kalau tips saya kurangi konsumsi produk impor, alihkan pada beli produk dalam negeri yang tidak terekspose pelemahan Rupiah," demikian Eko.