Direktur Utama PT Satu Stop Sukses, Kismet Chandra, meminta pihak kepolisian serius dan cepat dalam menangani polemik tanah seluas 6,6 hektare atau 120 kavling. PT SSS merupakan pemilik SHM atau SHGB tanah tersebut.
Dalam keterangannya, Kismet membandingkan penanganan kasus mafia tanah yang pernah dilakukan kepolisian sebelumnya yang selalu tuntas, tidak mandek seperti tanah milik perusahaannya.
“Beberapa tahun yang lalu Polri memberantas 'raksasa' Hercules. yang mempunyai 1 juta anak buah dalam kasus menduduki tanah warga dengan mudah, yaitu Kombes Hengki Haryadi memberikan press release di video-video di YouTube,” kata Kismet mencontohkan kasus yang ditangani Polres Jakbar semasa dijabat Kombes Hengki Haryadi.
Kismet berharap kepolisian tak kalah dengan aksi premanisme yang menguasai tanah orang lain.
“Intinya negara tidak boleh kalah dengan aksi premanisme. Tidak boleh ada kelompok tertentu apapun itu yang bergerak di atas hukum. Apabila mereka menghambat atau melawan petugas dalam melaksanakan tugasnya, semakin melawan semakin kita tabrak. Tidak boleh aparat takut terhadap ancaman-ancaman,” lanjutnya.
Kismet lantas menjelaskan pada saat penanganan di Polres Tangerang Tigaraksa. Tepatnya pada 13 Januari 2016 Polres Tangerang Tigaraksa mengadakan rapat koordinasi atas permohonan bantuan pengamanan pemagaran 120 kavling PT SSS tersebut.
"Tanggal 9 Februari 2016 diadakan rapat koordinasi lanjutan oleh Polres Tangerang Tigaraksa." ujarnya.
Lalu pada 15 Maret 2016 diadakan pengukuran oleh BPN Tangerang. Namun, pada 22 Maret 2016 saat ingin dilakukan pengukuran lanjutan, diadang oleh Paguyuban Bina Mitra. Tidak lama kemudian Polres Tangerang Tigaraksa dikeluarkan dari naungan Polda Metro Jaya, menjadi di bawah naungan Polda Banten.
"Setelah itu permohonan pengamanannya dialihkan ke Polda Metro Jaya. Pada 2021 Polda Metro Jaya disposisikan ke Polres Tangsel yang adakan pengamanan, sampai sekarang Polres Tangsel masih belum kirimkan polisi adakan pengamanan," tuturnya.
PT SSS Bisa Buktikan Punya Hak Atas TanahKismet memastikan bahwa kepemilikan tanah itu telah memiliki izin lengkap dari Pemkab Tangerang untuk membangun 1 proyek komersial di Proyek Departemen Pertanian RI Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan.
"Status HGB itu juga dibuktikan dengan surat bernomor SK.04.01/52-800.38/5/2024 yang diterbitkan Kementerian ATR/BPN pada 15 Januari 2024. Dalam surat itu, Kementerian ATR/BPN menjelaskan sedang ditangani oleh Polres Tangerang Selatan untuk dilakukan pengukuran terhadap laporan sengketa tanah itu," bebernya.
Dipaparkan Kismet, pada 21 Mei 2024 salah satu pegawai PT SSS, Usman Muhamad, selaku staf bagian hukum datang ke Polres Tangerang Selatan menghadap Iptu Winarno. Kedatangan Usman adalah untuk meminta bantuan agar diadakan pengamanan kepada PT SSS untuk memagar tanahnya yang diblokir oleh PT Bina Sarana Mekar (BSM) atas persetujuan sejumlah staf dari Ditjen Perkebunan.
Menurut Usman yang dituturkan Kismet, Kanit Harda Polres Tangsel Iptu Winarno Setyanto memberi pengarahan bahwa untuk pemagaran dan bantuan pengamanan Polres Tangsel, dibuatkan surat yang ditujukan ke Kapolres dengan tembusan Kanit Harda. Poin dalam surat sertifikat nomor berapa saja yang akan dilakukan pemasangan pemagaran. Surat akan dikawal oleh Kanit Harda.
"Teknisnya rapat koordinasi dengan lurah, camat, RT, RW, Kodim, Koramil. Rapat koordinasi akan diadakan di Polres Tangsel. Biaya ditanggung PT SSS," tambahnya.
Kemudian pada 27 Mei 2024 PT SSS mengirim surat No. 014/SSS/V/2024 perihal permohonan kepada Kapolres Tangsel untuk mengirim 2 polisi saat diadakan pemagaran kavling tanah milik PT SSS.
"Tahap pertama mungkin bisa memagar kavling-kavling PT SSS yang diduduki oleh PT Bina Sarana Mekar atas persetujuan sejumlah staf Ditjen Perkebunan yang saat ini sudah menjadi lapangan bola," terangnya.
Kismet menambahkan,"Pertama adakan pengamanan pemagaran 4 buah kavling ukuran 20x22 meter. Jika ada yang mengadang, pengadangnya segera dilaporkan ke Polres Tangsel dan tindak dengan penangkapan karena telah mengadang aparat negara yang sedang menjalankan tugas melanggar Pasal 212/214 KUHP yang ancaman hukumannya 7 tahun penjara. Setelah berhasil dilakukan pemagaran 4 kavling serta berlanjut sampai seluruh kavling milik PT SSS selesai dipagar."
Adapun surat permohonan PT SSS kepada Kapolres Tangsel ditanggapi oleh Iptu Winarno pada 6 Juni 2024. Secara lisan, Iptu Winarno memberikan penjelasan terkait surat permohonan PT SSS pada 27 Mei 2024.
Lanjut Kismet, saat itu Iptu Winarno menjelaskan bahwa surat perihal bantuan pengaman terkait diminta dua orang polisi untuk diperbantukan tidak akan mungkin yang turun dua orang. Dengan dasar wilayah tersebut tidak kondusif, dan sudah pernah dilakukan oleh Usman beram timnya waktu pemotongan bambu, masih dihalangi.
Iptu Winarno sendiri, ujar Kismet, sudah dipanggil oleh Kapolres untuk memberi penjelasan dan memaparkan lokasi tersebut belum kondusif.
Kemudian perihal surat yang disampaikan dan yang dituliskan PT Satu Stop Sukses dianggap terlalu berlebihan. Kalaupun ada percakapan tidak perlu dibuatkan dalam surat.
Saat itu Iptu Winarno pun menyarankan PT SSS menindaklanjuti mediasi ke Menkopolhukam. Bahwa waktu pertemuan sudah ada angka 500 ribu per meter, ya tinggal buat tim pelobi ke penggarap.
Merespons saran tersebut, Kismet menyebutkan, "Permasalahan terhadap lokasi tidak kondusif atau tidak, kami pikir bukan sebuah alasan yang tepat, mengingat apa yang dilakukan Kombes Hengki Haryadi tahun lalu dalam kasus tanah di jakarta Barat. Dan secara Hukum Pidana yang berlaku sudah jelas para mafia tanah menduduki dan menguasai tanah orang lain yang memiliki sertifikat yang sah, sudah masuk penyerobotan dan seharusnya ditindak, bukan memberi alasan dengan tidak kondusif. Artinya Polres Tangsel tidak mampu serta dapat diduga pihak dari Polres melindungi pelaku penyerobotan dan penggelapan tanah."
Ucapan Iptu Winarno terhadap ganti rugi tersebut, menurut Kismet juga tidak tepat. Karena kalau ganti rugi sudah dilakukan, tidak ada yang bisa menjamin tanah bisa dikuasai, dan tidak ada yang bisa menjamin tak akan ada pihak yang keberatan kembali.
“Sedangkan selama delapan tahun PT SSS yang sudah menanam modal sangat besar tidak bisa memanfaatkan tanahnya dan lebih tragis lagi harus membayar PBB ratusan juta rupiah setiap tahunnya,” keluhnya.
Untuk itu Kismet selaku korban para mafia tanah mengharapkan Mabes Polri dan Bareskrim segera mendatangkan polisi yang kerjanya lebih cepat dan lebih hebat. Setidaknya polisi yang punya kecepatan kerja dan keberanian dalam mematahkan para perampas tanah seperti yang dilakukan Kombes Hengki Haryadi (sekarang Brigjen Hengki Haryadi, red).
"Secepatnya Polres Tangsel bisa kirimkan polisi mengadakan pengamanan memagar 120 kavling tanah milik kami Lebih baik lagi diselesaikan secara keseluruhan, termasuk tanah fasos fasum 5,5 hektare dapat dikuasai kembali oleh Pemkab Tangerang," tutupnya.