Gugatan para aktivis pendukung Palestina agar Jerman berhenti mengekspor senjata ke Israel ditolak oleh Pengadilan Berlin.
Organisasi-organisasi termasuk European Legal Support Center (ELSC), Law for Palestine dan Palestine Institute for Public Diplomacy menyampaikan tuntutan tersebut karena khawatir bahwa senjata Jerman akan digunakan Israel untuk melanggar hukum kemanusiaan internasional.
Kendati demikian, pengadilan administratif Berlin menolak gugatan tersebut karena para aktivis gagal memberikan data rigit mengenai ekspor senjata Jerman apasaja yang berkontribusi terhadap pelanggaran HAM di Jalur Gaza.
Pengadilan menegaskan bahwa Jerman pasti akan menolak izin atau membatasi ekspor senjata jika ditemukan bukti adanya pelanggaran yang dilakukan oleh mitranya.
Pengacara kelompok aktivis pro-Palestina menolak putusan pengadilan karena data yang diminta diduga telah disembunyikan pemerintah sehingga tidak bisa diidentifikasi lebih dulu.
"Penindasan yang dilakukan pemerintah terhadap informasi tentang senjata dan kejahatan perang membahayakan nyawa klien kami," tegas seorang pengacara bernama Ahmed Abed, seperti dikutip dari
Reuters pada Kamis (13/6).
Sementara itu, kelompok pengunjuk rasa berkumpul di depan Kedutaan Besar Jerman di Tel Aviv, mendesak Berlin untuk menghentikan ekspor senjata ke Israel.
Perhatian tertuju pada Jerman yang menduduki peringkat kedua di antara negara-negara yang mengekspor senjata ke Israel tahun lalu.
Menurut data Kementerian Ekonomi, Jerman menyetujui ekspor senjata ke Israel senilai 354 juta dolar AS pada tahun 2023, sepuluh kali lebih banyak dibandingkan tahun 2022.
Namun, persetujuan tersebut turun menjadi sekitar 10,8 juta dolar AS pada kuartal pertama tahun ini.