Gedung Kejaksaan Agung RI/Net
Kewenangan Kejaksaan Agung (Kejagung) menangani kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) dinilai bisa memunculkan masalah baru.
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) IBLAM, Andri Sutrisno menyadari, peran Kejaksaan dalam penanganan kasus tipikor di beberapa negara penting. Namun di Indonesia, ada kewenangan yang sama dilakukan Kejagung dan KPK.
"Kewenangan yang sama antara Kejagung dan KPK dapat mengakibatkan beberapa hal, yakni tumpang tindih kewenangan, kerumitan koordinasi, persaingan dan konflik antar lembaga, potensi ketidakkonsistenan dalam penegakan hukum, serta adanya beban administratif kedua lembaga,” kata Andri kepada wartawan, Senin (10/6).
Tumpang tindih ini pernah terjadi dalam kasus proyek pembangunan wisma atlet di Palembang untuk SEA Games 2011. Saat itu, kata Andri, Kejaksaan memulai penyelidikan terhadap beberapa kontraktor terkait, sementara KPK menyelidiki pejabat tinggi yang terlibat.
Namun KPK menangani kasus tersebut lebih jauh dari Kejaksaan, termasuk menuntut beberapa pejabat tinggi.
“Tumpang tindih ini menimbulkan kebingungan mengenai pembagian tugas dan yurisdiksi antara kedua lembaga tersebut. Adanya kewenangan yang sama ini kemudian memicu persaingan atau konflik antar lembaga," lanjutnya.
Dalam perjalanannya, kasus Tipikor yang ditangani Kejaksaan belum berjalan secara optimal dan maksimal.
“Sebenarnya Kejaksaan diawasi KKRI (Komjak Republik Indonesia), namun perlu ditanyakan independensinya selama ini. Komjak tidak berfungsi secara semestinya,” jelasnya.
Imbasnya, Kejaksaan sering mendapat kritik dari masyarakat, media, dan organisasi nonpemerintah karena dinilai tidak transparansi dan independen. Contohnya ada pada kasus rasuah yang menjerat mantan Menpora Imam Nahrawi.
"Misalnya penanganan kasus yang melibatkan mantan Menpora Imam Nahrawi atau kasus-kasus lainnya yang memiliki muatan politik yang sangat kuat. Kasus ini terkesan tebang pilih dan mengindikasikan ada pengaruh politik,” ujarnya.
Atas dasar itu, Andri menganggap kewenangan Kejaksaan perlu diawasi dan dikontrol dengan ketat untuk memastikan transparansi, akuntabilitas dan integritas.
“Supervisi dari KPK dan Polri memang bisa jadi cara memastikan pengawasan lebih ketat, namun ini harus dilakukan dengan jelas dan transparan untuk menghindari potensi konflik kepentingan dan menjaga independensi masing-masing lembaga,” tandasnya.