Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (kedua dari kanan) dalam pagelaran wayang kulit dengan Lakon "Pandu Swargo" di Pelataran Masjid At-Taufiq, Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, pada Sabtu malam (8/6)/Ist
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyampaikan sambutan dalam acara pertunjukan wayang bersama Dalang Ki Warseno Slank dan Ki Amar Pradopo dengan Lakon "Pandu Swargo" di Pelataran Masjid At-Taufiq, Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta pada Sabtu malam (8/6).
Dalam sambutannya, Hasto mengatakan bahwa wayang mengajarkan berbagai nilai kehidupan serta falsafah bangsa sebagaimana diajarkan Proklamator Ir. Soekarno.
"Jadi bapak ibu dan saudara-saudara sekalian maka wayang sekali lagi mengajarkan berbagai nilai-nilai kehidupan dan itulah menjadi bagian dari falsafah bangsa yang digali oleh Bung Karno melalui Pancasila yang disampaikan oleh Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945," ujar Hasto.
Hasto lantas mengingatkan kembali perjalanannya bersama Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri ke Ende pada 1 Juni 2024 lalu. Ende, tempat Bung Karno merenungi nasib bangsa hingga melahirkan butir-butir Pancasila.
“Seorang Bung Karno kalau mau hidup mudah dengan gelar insinyurnya Bung Karno bisa kaya. Tetapi Bung Karno demi kemerdekaan rakyat Indonesia agar bisa merdeka agar bisa bersuara agar bisa berserikat mengatasi hukum-hukum kolonial yang menjajah kehidupan seluruh rakyat Indonesia," kata Hasto.
Di Ende, meski hidup dalam kesulitan, Bung Karno menolak ajakan untuk diselundupkan keluar dan memilih menyatu dengan rakyat jelata.
“Di Ende itu Bung Karno mengatakan ‘meskipun hidupku sangat susah dan menderita di Ende, tetapi ketika ada orang yang mau mengajak saya untuk diselundupkan keluar dari Ende, saya lebih memilih menyatu dengan rakyat Jelata dengan montir mobil, dengan penjahit, dengan rakyat yang tidak punya pekerjaan, tetapi mereka punya kesetiaan terhadap sahabat perjuangannya’,” sebut Hasto mengutip Bung Karno.
Meski dengan berbagai kesulitan, lanjut Hasto, Bung Karno tetap menegaskan komitmennya untuk tidak meninggalkan Ende, meski harus berkorban.
“Maka Bung Karno kemudian mengatakan, kita harus menyusun kekuatan, karena ketika Belanda menyusun kekuatannya dengan mentega dan keju, kita menyusun kekuatan kita dengan kesadaran rakyat, agar benar-benar menggunakan kedaulatannya untuk bersatu melawan berbagai bentuk kezaliman dari hukum-hukum kolonial itu,” tegasnya.
“Maka Soekarno, kata Bung Karno, tidak akan pergi dari Ende, biarlah kalau toh saya berkorban itu menjadi bagian dari pengorbanan cita-cita. Saya tidak akan pergi dari aende saya datang dengan kepala tegak, maka saya akan keluar dari Ende dengan barisan kepala yang tegak bulat, itu kata Bung Karno,” sambung Hasto.
Dalam peringatan bulan Bung Karno, yang mencakup 1 Juni Hari Lahir Pancasila, 6 Juni kelahiran Bung Karno, dan 21 Juni wafatnya Bung Karno, Hasto mengajak semua pihak untuk meneladani kehidupan dan perjuangan Bung Karno.
“Dengan itu kita punya energi perjuangan yang tidak akan pernah habis, seperti kata Ibu Megawati Soekarnoputri bagikan api perjuangan nan tak kunjung padam," tegasnya lagi.
Hasto juga berharap penonton dapat mengambil hikmah dari cerita wayang "Pandu Swargo" dan menerapkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Selamat menikmati wayang dengan lakon Pandu Swargo ini semoga kita dapat mengambil hikmah dari cerita wayang itu dan menerapkannya di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita terima kasih Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Merdeka!” tutupnya.