Berita

Hermawan Kertajaya/Net

Bisnis

Pakar Marketing Kritisi Perusahaan yang Politisasi Bisnis Menunggangi Isu Palestina

SENIN, 03 JUNI 2024 | 10:58 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Brand-brand lokal diimbau tidak memanfaatkan isu Palestina untuk kepentingan sendiri dengan melakukan persaingan yang tidak sehat untuk menjatuhkan brand pesaingnya.

Pakar marketing Hermawan Kertajaya mengatakan, perbuatan seperti itu tidak diizinkan dilakukan di Indonesia yang memiliki kode etik periklanan.  

“Masalah politik negara lain hendaknya jangan dibawa-bawa untuk melakukan politisasi bisnis. Artinya, menggunakan masalah politik dengan menjadikan isu Palestina ini untuk sengaja menjatuhkan produk-produk pihak lain atau pesaingnya dengan cara-cara yang tidak sehat,” ujarnya.


Menurutnya, kalau isu boikot terhadap produk-produk pesaing itu murni dari masyarakat sendiri tanpa dibacking pihak-pihak tertentu, itu tidak masalah.

Menurutnya, Indonesia memiliki kode etik periklanan yang tidak mengizinkan sebuah perusahaan menjatuhkan perusahaan yang lain dengan cara menjelek-jelekkan nama brand pesaingnya secara langsung seperti yang dilakukan di negara-negara lain.

"Di negara kita, menjatuhkan pesaingnya dengan langsung menyebut nama brand kompetitornya itu tidak bisa karena melanggar kode etik periklanan. Tapi, kalau tidak menyebut nama secara langsung itu bisa,” ucapnya.

Brand-brand lokal dalam menyikapi isu Palestina, menurut Herman, bisa dengan menunjukkan sesuatu yang sehat seperti menciptakan layanan baru dan promosi-promosi baru dengan cara yang sehat dan menarik.

“Boleh saja memanfaatkan momentum tapi harus yang sehat dan tidak melanggar kode etik. Artinya, tidak dengan cara mempengaruhi masyarakat dengan mengatakan jangan beli produk terafiliasi. Itu tidak boleh,” tandasnya.

Memasang kampanye yang seolah-olah langsung menunjuk ‘hidung’ lawannya, itu bisa menimbulkan dengki dan bisa dibalas pesaingnya.

“Hal-hal seperti ini hanya bisa dilakukan di Amerika, tapi di Indonesia tidak bisa, apalagi kalau itu dilakukan secara diam-diam,” lanjut Herman.

Herman menilai banyak orang yang salah mempraktekkan ilmu marketing. Sejauh ini marketing dianggap promosi atau hanya sekadar jualan semata saja.

"Marketing itu kan cara memenangkan persaingan dengan cara yang baik dan benar. Jadi, harus ada pembenahan total dan itu tidak gampang. Apalagi kalau perusahaan yang punya kultur yang biasa melakukan persaingan yang tidak sehat, hal-hal seperti itu jelas susah dilakukan,” katanya.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Komisi V DPR: Jika Pemerintah Kewalahan, Bencana Sumatera harus Dinaikkan jadi Bencana Nasional

Sabtu, 06 Desember 2025 | 12:14

Woman Empower Award 2025 Dorong Perempuan Mandiri dan UMKM Berkembang

Sabtu, 06 Desember 2025 | 12:07

Harga Minyak Sentuh Level Tertinggi di Akhir Pekan

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:58

BNI Dorong Literasi Keuangan dan UMKM Naik Kelas Lewat Partisipasi di NFHE 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:44

DPR: Jika Terbukti Ada Penerbangan Gelap, Bandara IMIP Harus Ditutup!

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:24

Banjir Aceh, Untungnya Masih Ada Harapan

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:14

Dana Asing Masuk RI Rp14,08 Triliun di Awal Desember 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:08

Mulai Turun, Intip Harga Emas Antam Hari Ini

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:03

Netflix Beli Studio dan Layanan Streaming Warner Bros 72 Miliar Dolar AS

Sabtu, 06 Desember 2025 | 10:43

Paramount Umumkan Tanggal Rilis Film Live-Action Kura-kura Ninja Terbaru

Sabtu, 06 Desember 2025 | 10:35

Selengkapnya