Gedung Pengadilan Kriminal Internasional (ICC)/Net
Lima nama telah diajukan dalam daftar orang yang akan menerima surat penangkapan dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
Mereka adalah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Pertahanan Yoav Gallant dan tiga pemimpin Hamas yakni Yehya Sinwar, Mohammed Deif dan Ismail Haniyeh.
Kendati demikian, menurut Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, upaya penangkapan kelima tersangka akan sulit dilakukan.
Hikmahanto menjelaskan bahwa ICC hanya lembaga penuntut tetapi tidak memiliki lembaga kepolisian sendiri.
"ICC harus bekerjasama erat dengan kepolisian dari negara di mana pelaku berada," ujarnya kepada
Kantor Berita Politik RMOL pada Selasa (21/5).
Kemudian, kata Hikmahanto, kepolisian Israel tentunya tidak akan menjalankan penangkapan terhadap Netanyahu dan Gallant. Selain karena Israel bukan anggota ICC, penangkapan terhadap pemimpin tertinggi sedikit mustahil dilakukan.
Sementara untuk pemimpin Hamas, Hikmahanto menilai ICC akan lebih kesulitan karena keberadaan mereka sulit diketahui dan jarang muncul di muka publik.
"Kalaupun diketahui, belum tentu negara dimana pelaku berada mau melakukan ekstradisi ke Den Haag," ujarnya.
Jika dibandingkan tingkat kesulitan penangkapan keduanya, Hikmahanto memperkirakan yang akan tertangkap lebih dahulu adalah Hamas.
"Kemungkinan yang lebih mudah untuk ditangkap dan dihadirkan adalah petinggi Hamas dan bukan Israel," kata dia.
Potensi ini, memunculkan pertanyaaan apakah ICC serius hendak menangkap pejabat Israel, atau sasaran mereka sebenarnya adalah Hamas.
Kendati demikian, Hikmahanto mengapresiasi keputusan Kepala Jaksa ICC, Karim Khan yang berani mengajukan surat penangkapan untuk Israel.
"Satu hal yang patut diapresiasi dari terbitnya surat penangkapan adalah ICC mengakui negara Palestina dan keikutsertaan Palestina dalam Statuta ICC," pungkasnya.