Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat (ketiga dari kiri) memberikan keterangan pers ihwal persiapan Rakernas ke-V PDIP yang bakal diselenggarakan di Ancol, Jakarta Utara, akhir Mei mendatang/RMOL
Pernyataan anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Hugua, yang mengusulkan politik uang dilegalkan dan masuk ke dalam PKPU merupakan bentuk kekecewaan yang mendalam dari sistem penyelenggaraan pemilu.
"Ini sebetulnya bentuk kejengkelan, bentuk keputusasaan, bentuk keprihatinan, dan kegeraman yang mendalam. Melihat praktik demokrasi liberal, di mana praktik money politic itu terjadi di semua wilayah,” kata Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat, di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (16/5).
Menurut Djarot, dengan adanya aturan yang melegalkan politik uang, maka tidak akan ada lagi masyarakat yang mendapatkan uang kaget jelang kontestasi pemilihan umum seperti yang selama ini terjadi.
“Tidak ada lagi istilah serangan fajar boleh, subuh boleh, zuhur boleh, ashar boleh, magrib boleh, bebas, tengah malam boleh, dan ada beberapa tempat itu terang-terangan di dekat TPS, tapi dibiarkan saja,” tuturnya.
Djarot menilai, praktik politik uang di Indonesia sangat masif dan terstruktur ,namun belum ada tindakan tegas dari pemerintah terhadap budaya laten tersebut.
“Tentu saja
money politic ini diharamkan tapi dalam praktiknya terjadi secara masif. Bahkan untuk pilihan presiden sekarang ini, laporan itu (politik uang) juga banyak. Ini betul-betul kemerosotan mutu demokrasi kita dan ini tidak boleh dibiarkan,” jelasnya.
Ia menegaskan PDIP menolak keras segala bentuk politik uang untuk memuluskan calon tertentu agar menang pemilu. Oleh sebab itu, Djarot menilai pernyataan Hugua itu merupakan bentuk kekecewaan mendalam.
"Jadi ungkapan kekecewaan, kejengkelan, diungkapkan dengan cara seperti itu yang tentu saja kita tolak,” demikian Djarot Saiful Hidayat.