Berita

Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini/Net

Politik

Kebanyakan Perkara, Masyarakat Kurang Tertarik Ikuti Sidang Sengketa Pileg

SELASA, 14 MEI 2024 | 10:19 WIB | LAPORAN: AHMAD ALFIAN

Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini tengah menyidangkan perkara sengketa hasil pemilihan umum (PHPU) legislatif atau sengketa Pileg 2024.

Namun publik cenderung kurang antusias untuk mengikuti persidangan ini. Tak seperti saat MK menyidangkan perkara sengketa Pilpres.

Menurut pandangan Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, hal ini dikarenakan terlalu banyak perkara dan beragam isu kecurangan yang disidangkan.


"Maka akan lebih proporsional jika Pemilu DPRD dikeluarkan dari desain pemilu serentak nasional," saran Titi lewat akun X miliknya, Selasa (14/5).

Titi mendorong agar Pemilu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebaiknya disertakan dengan Pemilihan Kepala Daerah Gubernur dan Bupati juga Walikota.

"Supaya isu daerah tidak tenggelam dari diskursus pemilih," tegas Titi Anggraini.

Total ada 297 perkara sengketa Pileg yang disidangkan MK. Partai Gerindra dan Partai Demokrat menjadi Partai Politik peserta Pemilu yang paling banyak mengajukan perkara, yatu masing-masing 32 perkara.

Adapun Papua Tengah menjadi provinsi dengan perkara PHPU Legislatif 2024 paling banyak yaitu 26 perkara.

Jika diurai berdasar jenis pengajuan, terdapat 285 perkara DPR/DPRD dan 12 perkara DPD. Dari 285 perkara tersebut, 171 diajukan oleh Partai Poltik dan 114 diajukan oleh Pemohon Perseorangan.

Untuk perkara yang diajukan Pemohon Perseorangan, perkara PHPU DPRD Kabupaten/Kota sebanyak 74 perkara, perkara DPRD Provinsi 28 perkara dan DPR RI 12 perkara.

Sedangkan 12 perkara PHPU DPD Tahun 2024 meliputi 9 Provinsi, yatu Papua Tengah. Papua Selatan, dan Riau (masing-masing 2 perkara), serta Maluku, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat. dan Sumatera Utara (masing-masing 1 perkara).

MK diberikan waktu untuk menyelesaikan perkara PHPU Legislatif paling lama 30 hari kerja dan akan memutus perkara dimaksud paling lama pada 10 Juni 2024.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya