ASUMSI dasar ekonomi makro untuk inflasi year on year tahun 2024 sebesar 2,8 persen dalam data pokok Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024. Masalahnya adalah tingkat inflasi year on year bulan April 2024 untuk kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau sebesar 7,04 persen (Badan Pusat Statistik, 2 Mei 2024), yakni berada di atas asumsi dasar ekonomi makro untuk inflasi.
Laju inflasi yang tinggi tersebut dijumpai pada komoditas beras, daging ayam, telur ayam ras, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, bawang putih, tomat, gula pasir, kopi bubuk, sigaret kretek tangan, sigaret kretek mesin, dan sigaret putih mesin.
Makna angka inflasi 7,04 persen itu, antara lain harga beras kualitas medium naik dari rata-rata Rp12.317/kilogram menjadi Rp14.947/kilogram pada bulan April 2023 dibandingkan 2024 (Kemendag, 2024). Harga beras premium naik dari rata-rata Rp14.138/kilogram menjadi Rp 16.577/kilogram. Kemudian rata-rata garis kemiskinan untuk makanan sebesar Rp408.522/kapita/bulan.
Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk makanan padi-padian di Indonesia sebesar Rp 80.146 per Maret 2023. Itu berarti pengeluaran konsumsi padi-padian (beras) kualitas medium rata-rata sebesar 6,5 kilogram per kapita sebulan per April 2023.
Implikasinya dengan kenaikan harga beras periode April 2024, maka pengeluaran konsumsi beras kualitas medium rata-rata secara kasar berkurang menjadi 5,4 kilogram per kapita sebulan.
Artinya, karena harga beras naik, maka konsumen mengurangi pengeluaran konsumsi untuk beras, ketika terjadi kekakuan dalam peningkatan pendapatan rumah tangga. Pilihan yang terjadi adalah konsumen menahan rasa lebih lapar, mengganti mengonsumsi beras dengan sumber makanan lainnya, ataukah konsumen tidak berdaya berpotensi atas terlampauinya ambang batas garis miskin.
Dalam hal ini, komoditas beras memberikan sumbangan 19,35 persen terhadap garis kemiskinan di perkotaan dan sebesar 23,73 persen terhadap garis kemiskinan di perdesaan per Maret 2023.
Sementara itu kegiatan bantuan sosial (bansos) Rastra berupa beras untuk keluarga pra sejahtera sangat dicurigai sebagai praktik kecurangan ketika Pilpres dan Pileg 14 Februari 2024. Hal itu terjadi, sekalipun dakwaan bansos sebagai salah satu sumber kecurangan tersebut gagal dibuktikan dalam mekanisme persidangan di Mahkamah Konstitusi.
Mengingat ada banyak komoditas makanan tersebut di atas yang mempunyai andil besar dalam menyumbang inflasi, yang melampaui asumsi dasar ekonomi makro, serta keberadaan kekakuan peningkatan pendapatan rumah tangga konsumen, maka Tim Pengendali Inflasi di tingkat nasional dan daerah perlu berusaha lebih keras dalam mengendalikan pelampauan asumsi (dan sasaran) inflasi.
Inflasi dalam undang-undang bukan hanya menjadi tanggung jawab tugas pokok dari Bank Indonesia selain mengendalikan nilai tukar rupiah, melainkan juga menjadi tanggung jawab antara lain dari kementerian teknis.
Misalnya, di bidang peningkatan produksi pangan oleh Kementerian Pertanian dan kebijakan pangan oleh Bapanas, di bidang perdagangan dalam negeri dan perdagangan luar negeri impor oleh Kementerian Perdagangan.
Kegagalan pengendalian laju inflasi pengeluaran konsumsi untuk makanan, minuman, dan tembakau di atas menjadi semakin penting, karena harga beras di pasar internasional juga naik dari 577,7 dolar AS/metrik ton per kuartal IV tahun 2023 menjadi 613,4 dolar AS/metrik ton kuartal I tahun 2024 untuk harga ekspor
freight on board Thailand grading 5 persen beras pecah (IMF, 2024).
Kondisi di pasar beras dunia sebenarnya menunjukkan bahwa produksi beras meningkat dari 525,8 juta ton menjadi 529,2 juta ton periode tahun 2022/23 hingga 2023/24 (FAO, 2024). Penawaran beras dunia juga meningkat dari 721,9 juta ton menjadi 725,3 juta ton pada periode yang sama.
Sementara itu, utilisasi beras dunia menurun dari 526,1 juta ton menjadi 525 juta ton. Beras yang diperdagangkan juga menurun dari 52,9 juta ton menjadi 51,1 juta ton.
Akan tetapi stok akhir di gudang beras dunia naik dari 196 juta ton menjadi 199,2 juta ton. Implikasinya adalah angka rasio stok dunia terhadap utilisasinya meningkat dari 37,3 persen menjadi 37,6 persen.
Artinya, terjadi terjadi ketidakpastian pada pasar beras dunia yang membuat konsumen beras dunia menahan diri dan mengurangi volume perdagangan beras di pasar dunia, meningkatkan rasio stok beras terhadap utilisasi sehingga harga beras dunia meningkat.
Jadi, laju inflasi tinggi yang terjadi pada pasar beras dunia dan dalam negeri Indonesia dipicu oleh ketidakpastian perilaku konsumen beras, yang antara lain atas isu perubahan iklim seperti kemarau panjang.
Oleh karena itu, kenaikan laju inflasi tinggi pada pengeluaran konsumsi makanan, minuman, dan tembakau hanya dapat diperbaiki dengan meningkatkan transparansi atas ketidakpastian inteligensi perilaku pasar komoditas tersebut di atas.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Pengajar Universitas Mercu Buana