Perdana Menteri Inggris, Rishi Sunak/Net
Surat kabar The Sun pada Selasa (30/4) melaporkan bahwa Inggris telah mendeportasi pencari suaka pertamanya ke Rwanda.
Migran yang tidak disebutkan namanya itu dilaporkan telah terbang ke Rwanda awal pekan ini.
Penerbangan dilakukan dengan skema sukarela, berbeda dengan program deportasi paksa yang tengah diupayakan pemerintah Inggris dalam beberapa bulan terakhir.
Berdasarkan skema sukarela, pemerintah Inggris mengatakan akan membayar masing-masing pencari suaka hingga 3.000 poundsterling atau Rp60,8 juta untuk pindah ke Rwanda.
"Berdasarkan rencana ini, orang-orang akan mendapatkan uang jika mereka setuju untuk tinggal di negara Afrika Timur tersebut," ungkap laporan tersebut.
Sementara itu, rancangan undang-undangan deportasi paksa yang disahkan parlemen baru-baru ini akan mulai diberlakukan dalam 10 hingga 12 minggu mendatang.
Sebuah dokumen pemerintah Inggris menunjukkan bahwa gelombang pertama deportasi paksa ke Rwanda akan melibatkan 5.700 orang.
Berdasarkan skema deportasi paksa, siapa pun yang datang secara ilegal setelah 1 Januari 2022 berhak untuk dideportasi ke Rwanda. Lebih dari 50.000 orang telah tiba sejak tanggal tersebut, menurut angka resmi.
Kebijakan deportasi pengungsi di Inggris dikecam oleh para aktivis hak asasi manusia karena memiliki kelemahan mendasar karena Rwanda tidak menyediakan tempat berlindung yang aman bagi para pengungsi.
Sebagian besar ahli menilai kebijakan tersebut tidak layak dan melanggar hukum internasional.
Mereka melihat tampaknya deportasi paksa merupakan upaya putus asa dari Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak untuk menggalang dukungan elektoral bagi partai yang berkuasa dalam pemilu lokal.