Duta Besar Taliban Bilal Karimi menyerahkan surat kepercayaan kepada Direktur Jenderal Departemen Protokol Kementerian Luar Negeri China, Hong Lei, 1 Desember 2023.
Republik Rakyat China menjadi satu-satunya negara yang telah memberikan pengakuan terhadap rezim Taliban dan menjalin hubungan ekonomi dengan Afghanistan.
Selain untuk mendapatkan akses utama terhadap sumber daya alam yang belum tersentuh, kerjasama dengan Afghanistan juga dilakukan untuk menjadikan negara itu tempat pembuangan kelebihan kapasitas barang-barang yang diproduksi China.
Bulan September tahun lalu, China menunjuk Zhao Xing sebagai Duta Besar di Kabul. Kemudian di bulan Desember giliran Taliban mengirimkan Bilal Karimi sebagai Duta Besar di Beijing.
Selain itu, bersama Rusia, China juga kerap menghentikan upaya Amerika Serikat di Dewan Keamanan PBB untuk mengirimkan utusan khusus memantau perkembangan Afghanistan di bawah rezim Taliban. Pihak Taliban tentu saja merasa diuntungan oleh dukungan itu.
Portal berita Afghan Diaspora baru-baru ini menerbitkan sebuah artikel yang menyebutkan bahwa berbagai dukungan China itu sesungguhnya merupakan bagian dari rencana rezim Partai Komunis China menguasai Afghanistan dan menciptakan ketergantungan Taliban pada Beijing. Seperti yang telah terjadi dengan Pakistan yang seperti dimanjakan proyek China Pakistan Economic Corridor (CPEC) namun sebenarnya terperangkap kepentingan China.
Afghanistan, tentu saja memiliki daya tarik tersendiri bagi China. Kandungan mineral yang dimiliki Afghanistan belum tersentuh dan bernilai sangat tinggi seperti lantanum, cerium, litium, dan neodymium, yang memiliki arti penting dalam industri elektronik, kendaraan listrik, satelit, angkasa luar, dan sebagainya.
Sejak tahun lalu, perusahaan-perusahaan China disebutkan semakin intensif berkunjung ke Afghanistan untuk menjajaki beragam peluang bisnis dan menjalin perjanjian, terutama di bidang pertambangan.
Pada bulan Januari 2023, misalnya, Xinjiang Central Asia Petroleum and Gas Co (CAPEIC) milik China menandatangani perjanjian dengan Taliban untuk kegiatan ekstraksi minyak di cekungan Amu Darya yang terletak di wilayah utara Afghanistan.
Cekungan Amu Darya yang membentang di Afghanistan dan Tajikistan, diperkirakan mengandung 962 juta barel minyak mentah dan 52,025 miliar kaki kubik gas alam, menurut penilaian Survei Geologi AS pada tahun 2011. Kontrak CAPEIC Tiongkok berdurasi 25 tahun menjanjikan investasi sebesar 150 juta dolar AS pada tahun pertama dan total 540 juta dolar AS pada tahun 2026.
Demikian pula, pada bulan Juli, Taliban melaporkan bahwa Perusahaan Pengolahan dan Perdagangan Pertambangan Afghanistan Fan China, sebuah perusahaan Tiongkok, memiliki niat untuk memasukkan sekitar 350 juta dolar AS ke dalam perekonomian Afghanistan. Investasi ini diklaim ditujukan untuk berbagai sektor seperti pembangkit listrik, produksi semen, dan kesehatan.
Selain keuntungan ekonomi, kepentingan China di Afghanistan juga bertujuan untuk memperkuat pengaruhnya di wilayah tersebut, mengurangi ruang bagi negara-negara Barat, dan memastikan akses tanpa hambatan.
Meskipun keterlibatan China di Afghanistan mungkin tampak bermanfaat di permukaan, terdapat kekhawatiran mengenai potensi eksploitasi sumber daya negara tersebut.
China memiliki rekam jejak diplomasi perangkap utang, yang memikat negara-negara ke dalam utang yang pada akhirnya memberi China pengaruh dan kendali yang signifikan. Afghanistan dikhawatirkan menjadi korban dari pola ini dan menimbulkan konsekuensi jangka panjang bagi rakyatnya.
Seperti yang terjadi di banyak negara di belahan Selatan, janji investasi dari perusahaan China di Afghanistan sebagian besar masih di atas kertas. CAPEIC gagal mencapai jaminan investasi, dan menyalahkan perkiraan biaya material dan tenaga kerja yang tidak akurat, serta keterlambatan dalam persetujuan keuangan.
Memanfaatkan sumber daya Afghanistan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan memajukan pertumbuhan berkelanjutan serta mempertahankan kemakmuran adalah hal yang sangat penting. Menjaga agar mereka tidak dieksploitasi oleh rezim otoriter, serupa dengan insiden masa lalu di Afrika dengan kedok Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI), adalah hal yang sangat penting.