Berita

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)/Net

Publika

Masih Menunggu Putusan MK?

OLEH: TONY ROSYID
SELASA, 16 APRIL 2024 | 02:02 WIB

BANYAK rumor muncul sepanjang sidang di Mahkamah Konstitusi (MK). Di antaranya rumor tentang diskualifikasi Gibran Rakabuming Raka, bukan Prabowo Subianto.

Maksudnya, pencalonan Gibran dianggap cacat hukum dan cacat administrasi. Maka, Prabowo akan dilantik sendiri sebagai presiden, tidak didampingi wakil presiden. Ini mah rumor murahan. Anda percaya?

Pertama, apa dasar hukumnya mendiskualifikasi satu orang dan meloloskan pasangannya? Prabowo-Gibran itu satu pasang calon. Syarat maju pilpres itu satu paket. Kalau batal satu, batal yang lainnya juga. Karena syarat yang ditetapkan berpasangan.

Kedua, mereka memperoleh suara itu dari paket pasangan. Kalau Gibran didiskualifikasi, suara yang memilih Gibran berarti tidak sah. Sementara suara Prabowo sendiri, tidak sampai 50 persen. Ini juga akan rumit menghitungnya. Gak ada dasar untuk memisahkan suara keduanya.

Ketiga, kalau Gibran didiskualifikasi, bandar tekor. Operasi penguasalah yang membuat Prabowo menang. Dalam konteks ini, Jokowi punya saham mayoritas. Walaupun banyak orang memprediski, saham Jokowi akan tergerus, turun tajam dan menjadi minoritas kalau Prabowo dilantik jadi presiden. Setelah Oktober 2024, penguasanya Prabowo, bukan Jokowi lagi. Situasi politiknya akan berubah

Saat ini, Jokowi masih punya peran kuat. Untuk sementara, Prabowo "manut". Terutama dalam penyusunan kabinet. Infonya Jokowi nitip 3-4 menteri ke Prabowo.

Jadi, jangan berkhayal Prabowo dilantik tanpa Gibran. Di MK, tidak ada win win solution. Adanya kalah-menang. Ketika kasus hukum sudah masuk proses persidangan, maka ending-nya kalah-menang. Bukan win-win solution seperti emak-emak arisan.

Suka tidak suka, banyak orang begitu yakin gugatan akan ditolak. Ini bukan soal fakta hukum. Tapi ini lebih pada subjektifitas para hakim. Apalagi, situasi politik betul-betul sangat terkendali dan terkonsentrasi.

Apa indikatornya kalau gugatan akan ditolak? Pertama, pejabat kementerian yang dipanggil MK bukan orang yang terlibat secara langsung dalam eksekusi di lapangan. Ada sejumlah menteri dan pejabat level menteri yang dianggap terlibat langsung dalam eksekusi kampanye di lapangan, tapi mereka tidak diundang dan tidak dihadirkan oleh MK. Gak salah jika publik kemudian menganggap sidang di MK ini ada unsur dramatisnya. Hanya saja dramanya cukup rapi. Banyak dari Anda yang gak peka soal ini.

Kedua, istana melepas empat menteri yang dihadirkan MK. Konferensi pers bahwa para menteri tidak perlu izin ke presiden. Apa artinya? Ini bentuk percaya diri bahwa gugatan akan ditolak. Anda paham maksud saya?

Diprediksi formasi keputusan dari 8 hakim MK nanti 2-3 hakim menerima gugatan. 5-6 menolak gugatan. Namanya juga prediksi. Anda boleh punya prediksi yang berbeda. Tentu, harus ada argumentasinya.

Siapa 5-6 hakim yang diprediksi menolak gugatan itu? Anda pelajari kasus gugatan usia capres-cawapres tahun 2023 lalu. Ada 5 hakim yang setuju mengabulkan gugatan. Salah satu hakimnya kali ini tidak boleh ikut sidang sengketa pilpres, yaitu Anwar Usman. Satu lagi telah diganti karena masuk usia pensiun. Ada dua hakim yang diganti. Satu hakim yang setuju mengabulkan gugatan. Satu hakim lagi menolak gugatan, atau punya opini berbeda (dissenting opinion). Anda coba pelajari dua hakim pengganti itu. Dari sini Anda coba buat simulasinya.

Selamat berjuang para lawyer paslon 01 dan 03. Anda harus optimis. Terus kerja keras dan kerja cerdas. Anda sedang menyuarakan kebenaran yang anda yakini.  Meski yang tersimpan di hati paling dalam, prediksi Anda mungkin tidak beda dengan prediksi rakyat kebanyakan.

Ini bukan semata soal fakta hukum. Tapi lebih pada subkektifitas para hakim MK. Sebagai masyarakat yang taat hukum, apapun keputusan MK, itu mengikat dan wajib ditaati. Clear!

Akhirnya, para agamawan yang awam hukum dan awam politik memberi nasehat: "Ini takdir Tuhan yang terbaik. Terima saja."

Penulis adalah pengamat politik dan pemerhati bangsa



Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Melalui Rembug Ngopeni Ngelakoni, Luthfi-Yasin Siap Bangun Jateng

Minggu, 02 Februari 2025 | 05:21

PCNU Bandar Lampung Didorong Jadi Panutan Daerah Lain

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:58

Jawa Timur Berstatus Darurat PMK

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:30

Dituding Korupsi, Kuwu Wanasaba Kidul Didemo Ratusan Warga

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:58

Pelantikan Gubernur Lampung Diundur, Rahmat Mirzani Djausal: Tidak Masalah

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:31

Ketua Gerindra Banjarnegara Laporkan Akun TikTok LPKSM

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:57

Isi Garasi Raffi Ahmad Tembus Rp55 Miliar, Koleksi Menteri Terkaya jadi Biasa Saja

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:39

Ahli Kesehatan Minta Pemerintah Dukung Penelitian Produk Tembakau Alternatif

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:18

Heboh Penahanan Ijazah, BMPS Minta Pemerintah Alokasikan Anggaran Khusus Sekolah Swasta

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:58

Kecewa Bekas Bupati Probolinggo Dituntut Ringan, LIRA Jatim: Ada Apa dengan Ketua KPK yang Baru?

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:42

Selengkapnya