Polisi masuk ke kedutaan Meksiko di Quito, Ekuador, beberapa jam setelah pemerintah Meksiko memberikan suaka politik kepada mantan Wakil Presiden Ekuador Jorge Glas, pada Jumat, 5 April 2024/Net
Seluruh hubungan diplomatik yang dibangun Nikaragua dan Ekuador resmi putus pada Sabtu (6/4).
Keputusan itu diambil secara sepihak oleh Nikaragua setelah polisi Ekuador secara paksa masuk ke Kedutaan Besar Meksiko di Quito dan menangkap mantan Wakil Presiden Ekuador Jorge Glas, yang mencari suaka politik di sana.
Presiden Nikaragua, Daniel Ortega dalam sebuah pernyataan mengutuk penggerebekan kedutaan itu sebagai tindakan tercela.
"Keputusan Berdaulat untuk memutuskan semua hubungan diplomatik dengan pemerintah Ekuador," tegasnya, seperti dimuat
Anadolu Ajansi.
Ortega juga menegaskan dukungannya terhadap pemerintah Meksiko sebagai pihak yang dirugikan oleh Ekuador.
"Solidaritas dan dukungan kami, dalam segala tindakan hukum yang mungkin timbul akibat hal ini, kepada Presiden dan Pemerintah Meksiko,” tambahnya.
Penggerebekan di Quito menyebabkan Presiden Meksiko, Andres Manuel Lopez Obrador segera memutuskan hubungan diplomatik dengan Ekuador karena jelas melanggar hukum internasional negaranya.
Presiden Amerika Latin dengan suara bulat menentang penggerebekan yang dilakukan polisi Ekuador di Kedutaan Besar Meksiko pada Jumat malam (5/4).
Presiden Chili, Gabriel Boric juga menyampaikan dukungan dan keprihatinan mendalam terhadap Meksiko, namun tidak sampai memutus hubungan dengan Ekuador.
Presiden Kolombia Gustavo Petro juga berbicara tentang krisis diplomatik antara Ekuador dan Meksiko, dengan mengatakan negaranya akan mendorong tindakan Komisi Hak Asasi Manusia Inter-Amerika untuk mendukung hal suaka mantan Wapres Ekuador.
Kementerian Luar Negeri Kolombia telah meminta Honduras, yang saat ini menjabat sebagai presiden sementara Komunitas Negara-negara Amerika Latin dan Karibia, untuk mengadakan pertemuan luar biasa untuk mengatasi masalah ini.
Venezuela juga mengecam operasi pemerintah Ekuador di Kedutaan Besar Meksiko.
Presiden Brasil, Honduras, Bolivia, dan Argentina semuanya menyatakan keprihatinan yang sama.