Berita

Pasangan Ganjar-Mahfud bersama tim hukum di Ruang Sidang Utama Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (27/3)/Rep

Politik

Pengamat Anggap Gugatan Kubu 01 dan 03 Melawan Kehendak Rakyat

RABU, 03 APRIL 2024 | 23:11 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Materi gugatan kubu 01 dan 03 ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendiskualifikasi pasangan nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka serta meminta pemungutan suara ulang dinilai melawan kehendak rakyat.

Pengamat politik sekaligus peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC) Surokim Abdussalam menilai, gugatan yang dilayangkan ke MK itu tidak mempertimbangkan aspek psikologis dan melawan logika mayoritas masyarakat yang telah menentukan pilihannya di Pilpres 2024.

“Memang kalau dilihat dari proses terlalu berlebihan, karena kan proses itu sudah dilakukan bersama tetapi kan tuntutan seperti itu tetap harus dihargai. Pendapat saya berlebihan, perlu juga mempertimbangkan tentang psikologis publik, karena kan memahami psikologi publik itu bagian dari esensi memahami hukum harus lebih cermat dan lebih masuk akal, mempertimbangkan psikologi publik,” ujar Surokim, dalam keterangannya, Rabu (3/4).

Surokim menambahkan aspek psikologis publik atau kebatinan masyarakat yaitu baik saat musim kampanye maupun pasca pemilu masyarakat ingin kehidupan tetap berjalan damai, tidak terjadi kegaduhan dan tetap rukun.

Dia mengatakan tuntutan dari mereka tidak linear dengan keinginan publik yang besar tersebut.

“Situasi kebatinan masyarakat Indonesia saat ini, itu kan istilahnya menginginkan kedamaian, ketidakgaduhan situasi yang adem, jadi saya kira kalau ingin wise, bijak ya memperhatikan situasi kebatinan masyarakat Indonesia, itu menjadi penting,” jelasnya.

Selain itu, Surokim mengatakan gugatan dari 01 dan 03 juga dianggap berlawanan dengan logika mayoritas masyarakat.

Sebab Surokim meyakini, keputusan final MK selain berdasarkan bukti-bukti yang dibawa ke persidangan akan mempertimbangkan suasana kebatinan masyarakat juga logika publik.

“Saya kira pemahaman seperti itu akan kontraproduktif atau perlawanan dengan logika-logika publik, karena termasuk MK pun pasti akan juga mempertimbangkan situasi kebatinan masyarakat,” ucapnya.

Dikatakan Surokim, penyusunan tuntutan itu harus secara komprehensif, tidak hanya sekedar berdasarkan pasal-pasal saja, tetapi juga harus memahami konteks di lapangan masyarakat inginnya seperti apa.

Bagi Surokim, tidak bijak jika memaksakan kehendak untuk berkuasa tetapi tidak mendapat dukungan dari masyarakat.

“Jadi saya lebih fokus melihat situasi itu agar memperhatikan tuntutan itu memperhatikan situasi kebatinan masyarakat Indonesia. Situasi kebatinan itulah yang akan menjadi kekuatan tidak hanya sekedar tafsir pasal-pasal dan lain-lain karena kan konteks itu juga sebagai teks,” tuturnya.

Ditambah bukti-bukti yang sudah disampaikan oleh 01 dan 03 di persidangan atas tuduhan pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM), Surokim menilai sulit bagi MK mengabulkan permintaan mereka.

“Memang agak sulit membuktikan TSM itu, saya kira bukti-bukti yang sudah disampaikan di pengadilan itu agak sulit dikabulkan ke arah TSM, itu sulit,” jelasnya lagi.

Namun, Surokim meyakini MK akan memberikan keputusan terbaiknya untuk semua, baik pemohon, termohon maupun terkait demi memperbaiki demokrasi ke depan.

“Mahkamah Konstitusi pasti akan mempertimbangkan kepentingan jangka panjang juga ya pasti akan ada misi untuk mengurangi supaya pemilu-pemilu ini yang bersih tidak banyak pelanggaran. Jadi feeling saya MK ingin juga kelihatan progresif di dalam keputusannya tetapi pasti tetap akan mempertimbangkan situasi kebatinan yang masyarakat yang berkembang saat ini,” urainya.

Sementara itu, Surokim juga memprediksi, MK berpeluang besar menolak gugatan, selain karena  aspek-aspek bukti teknis yang lemah, psikologis publik juga menghendaki hal tersebut.

“Jadi kalau ditanya tentang apakah dikabulkan atau tidak, saya kira keputusan MK itu nanti bayangan saya itu tadi jadi dia tetap akan memperhitungkan bagaimana meminimalisasi pelanggaran-pelanggaran sejenis dilakukan di masa yang akan datang, tetapi tetap memperhatikan situasi kebatinan masyarakat Indonesia. Jadi ya 60 banding 40 lah,” pungkas Surokim.

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya