Nasib kurang baik yang dialami Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada Pemilu 2024, ditengarai karena salah memilih mitra koalisi dengan bergabung bersama PDI Perjuangan.
Begitu dikatakan Koordinator Kawal Pemilu dan Demokrasi (KPD), Miftahul Arifin mengomentari kegagalan PPP dalam Pemilu 2024.
Menurutnya berkoalisi dengan PDI Perjuangan sama sekali tidak memberikan dampak elektoral terhadap PPP.
"Secara elektoral PPP sangat dirugikan berkoalisi dengan PDI Perjuangan dan mengusung Ganjar Pranowo. Karena basis pemilih PPP lebih dekat dengan pemilih Prabowo dan Anies Baswedan," ujar Miftah kepada wartawan, Kamis (28/3).
Miftah mengutip data temuan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA yang menyebut sekitar 43,7 persen pemilih PPP menetapkan pilihannya kepada Prabowo-Gibran. Sisanya 36 persen memilih Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan hanya 15,1 persen memilih pasangan Ganjar-Mahfud.
Miftah menilai PPP yang berkoalisi dengan PDI Perjuangan tidak sejalan dengan basis pemilih PPP, ini bisa dilihat dari kantong-kantong suara yang biasanya memperoleh kursi justru hilang.
"Berdasarkan data Pileg 2019, PPP mendapat 6.323.147 suara atau sekitar 4,52 persen. Sedangkan di pemilu 2024 PPP hanya memperoleh 5.878.777 suara (3,87 persen). Itu artinya PPP kehilangan sekitar 444.370 suara," jelasnya.
Lanjut Miftah, Perbedaan ideologi partai dan paslon juga menjadi salah satu sebab PPP gagal melenggang ke Senayan. Pasangan Ganjar-Mahfud lebih diidentikan ke kaum nasionalis, sedangkan PPP lebih di identikkan dengan pemilih Islam.
"Perbedaan itu yang membuat PPP gagal ke senayan karena tak mendapat efek ekor jas atau pengaruh dari Ganjar-Mahfud," tandasnya.