Berita

KTT ASEAN-Australia di Melbourne pada 4-6 Maret 2024/Ist

Publika

KTT ASEAN-Australia dan Perimbangan Kekuasaan di Indo-Pasifik

OLEH: INDRA KUSUMAWARDHANA*
SENIN, 18 MARET 2024 | 11:10 WIB

TANGGAL 6 Maret 2024 lalu ASEAN dan Australia menyepakati prinsip pengelolaan keamanan di Indo-Pasifik, khususnya mengenai konflik Laut China Selatan. Dalam deklarasi yang disebut ‘Deklarasi Melbourne’ itu kedua pihak sepakat bahwa gagasan ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP) harus menjadi norma hubungan internasional di kawasan yang menekankan pada prinsip keterbukaan, transparansi, fleksibilitas, inklusif, serta menjunjung tinggi hukum internasional serta menempatkan ASEAN sebagai aktor utama di kawasan.

Kesepakatan ini mencerminkan adanya kesamaan persepsi dan prinsip antara ASEAN dan Australia mengenai ancaman di Laut China Selatan. Sebagai sekutu AS, Australia mengadopsi gagasan Free and Open Indo-Pacific (FOIP) yang dilandasi prinsip liberal yakni keterbukaan dan penghormatan terhadap hukum internasional (rules-based order). Kesepakatan tersebut secara implisit menunjukkan ASEAN dan Australia sama-sama memandang China sebagai sumber ancaman keamanan di Indo-Pasifik.

Tentu saja, China merespons secara negatif kesepakatan itu. Pemerintah China tetap bersikeras bahwa mereka akan mempertahankan kepentingan nasionalnya di Laut China Selatan sesuai hukum domestik dan internasional yang berlaku. Secara kebetulan, KTT ASEAN-Australia digelar hampir bersamaan dengan insiden tabrakan antara kapal penjaga pantai Filipina dan China di perairan yang menjadi sengketa.

Strategi China

Dalam konteks konflik Laut China Selatan, posisi ASEAN sangat jelas yaitu tidak membiarkan kawasan tersebut menjadi ajang pertarungan geopolitik antara negara-negara besar. Wilayah tersebut harus menjadi kawasan yang damai dan stabil sehingga sengketa antara beberapa negara ASEAN dan China harus diselesaikan melalui jalur dialog. ASEAN juga menegaskan perannya sebagai game changer yang mengambil peran sentral di kawasan dengan menetapkan AOIP sebagai norma yang harus dipatuhi.

Di lain pihak, China mempunyai visi tersendiri menyangkut Indo-Pasifik. China memakai kacamata berbeda yang tidak berbasis hukum internasional ketika berbicara mengenai sengketa Laut China Selatan. Alih-alih, China menggunakan perspektif historis dimana kawasan tersebut merupakan halaman belakang mereka sejak ribuan tahun lalu. China menyebut Laut China Selatan sebagai traditional fishing ground yang sebetulnya tidak diakui oleh hukum internasional UNCLOS.

Dalam menghadapi ASEAN, China menggunakan taktik klasik “politik belah bambu” (divide at impera). China memanfaatkan perpecahan internal ASEAN untuk melemahkan organisasi regional itu dengan tujuan mengukuhkan supremasinya di Asia Tenggara. Faktanya, negara-negara ASEAN memiliki pola hubungan yang berbeda-beda dengan China. Vietnam dan Filipina condong pada AS, sementara Laos, Kamboja, dan Myanmar memiliki hubungan spesial dengan China. Ketergantungan Kamboja kepada China pernah membuat ASEAN tidak berhasil mencapai konsensus pada KTT ASEAN ke-21 di Phnom Penh tahun 2012. Hal itu dikarenakan China meminta agar isu Laut China Selatan tidak dibahas.

Disparitas kekuatan antara China dan ASEAN jelas membuat organisasi regional itu tak dapat berbuat apa-apa menghadapi pengaruh China yang semakin menguat di kawasan Indo-Pasifik. Bahkan, tak ada yang bisa menghalangi China untuk menghentikan pembangunan instalasi militer di pulau-pulau yang disengketakan. Pada 2022, sebuah foto udara menunjukkan keberadaan instalasi militer yang cukup lengkap di pulau-pulau buatan di Kepulauan Spratly. Pada 2023, citra satelit juga menunjukkan China sedang membangun landas pacu sepanjang 600 meter di Pulau Triton yang juga disengketakan oleh Vietnam dan Taiwan.

Kebijakan unilateralis semacam ini mencerminkan budaya strategis China yang dikenal dengan sebutan ‘Tianxia’ yang secara harfiah berarti “semua di bawah langit atau surga” (all under heaven). Tianxia memandang dunia secara hirarkis dimana China sebagai pusatnya (middle kingdom). Melalui prisma budaya strategis ini, China berharap negara-negara di ASEAN mau ‘tunduk’ pada kekuasaan China sebagaimana perilaku bersujud (kowtow) sebagai wujud hormat. Sebagai imbalan, China akan memberikan jaminan perlindungan dan kesejahteraan melalui kerjasama ekonomi (Chan, 2023).

Perimbangan Lunak

Sebagai pemain sentral di kawasan, ASEAN tidak dapat menerima visi hirarkis Tianxia dari China tersebut. Di saat bersamaan, ASEAN juga tidak menerima visi FOIP dari AS dan sekutunya sebagai rezim keamanan di Indo-Pasifik. Karena itulah ASEAN mengemukakan gagasan AOIP. Meski demikian, kesamaan prinsip antara AOIP dan FOIP lebih memungkinkan ASEAN untuk mengakomodir gagasan FOIP ketimbang Tianxia. Dalam konteks ini, KTT ASEAN-Australia dapat dibaca sebagai upaya kedua pihak meredam ambisi teritorial China di Laut China Selatan.

Kerjasama ASEAN-Australia mencerminkan mekanisme perimbangan kekuatan (balance of power) yang lazim dalam politik internasional. Di satu sisi, ASEAN memerlukan mitra untuk mengimbangi pengaruh China yang makin menguat. Di sisi lain, Australia membutuhkan ASEAN sebagai bumper institusional untuk melegitimasi visi geopolitiknya di Indo-Pasifik. Dukungan kepada ASEAN akan mengurangi kesan konfrontatif kebijakan luar negeri Australia terhadap China.

Walaupun demikian, perimbangan kekuatan yang dilakukan ASEAN dan Australia bukan merupakan strategi klasik yang mengedepankan instrumen militer (hard balancing). Alih-alih, kedua pihak menggunakan strategi soft balancing dengan penekanan pada institusi internasional. Berbeda dengan hard balancing dimana negara secara terang-terangan mengimbangi kekuatan militer negara lain, soft balancing mengandalkan kerjasama dan kolaborasi internasional di lembaga-lembaga multilateral (Paul, Wirtz and Fortmann, 2004).

Australia sendiri sebelumnya telah menerapkan strategi hard balancing dalam format AUKUS. Kerjasama tersebut memungkinkan Australia memiliki kemampuan ofensif dengan kapal selam bertenaga nuklir. Strategi militer itu dirasa belum cukup sehingga kerjasama dengan ASEAN yang bersifat non-militer penting untuk melengkapi kebijakan membendung pengaruh China. Jadi, KTT ASEAN-Australia bernilai strategis bagi Australia karena sejalan kepentingannya di kawasan di Indo-Pasifik.

Di pihak ASEAN, kerjasama dengan Australia diharapkan dapat menutupi kelemahan organisasi regional itu dalam menghadapi China. Karena bersifat non-militer kerjasama itu tidak secara terang-terangan mengancam China. Dengan begitu ASEAN masih bisa membuka ruang dialog dengan China melalui KTT ASEAN-China. Sentralitas ASEAN tidak hanya menegaskan peran ASEAN sebagai aktor protagonis di kawasan tetapi juga peran sebagai ‘penengah’ (honest broker) di tengah rivalitas AS-China di Indo-Pasifik.

*Penulis adalah dosen Hubungan Internasional di Universitas Pertamina

Populer

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Ketua Alumni Akpol 91 Lepas Purna Bhakti 13 Anggota

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:52

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Kantongi Sertifikasi NBTC, Poco F6 Segera Diluncurkan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 08:24

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Jaksa KPK Ungkap Keterlibatan Orang Tua Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor dalam Kasus Gazalba Saleh

Senin, 06 Mei 2024 | 13:05

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Jokowi Keluhkan Peredaran Uang yang Semakin Kering, Ekonom: Akibat Utang yang Ugal-ugalan

Rabu, 08 Mei 2024 | 17:05

Butuh 35.242 Dukungan bagi Calon Perseorangan Maju di Pilwalkot Cimahi

Rabu, 08 Mei 2024 | 17:01

Kemendag Amankan Satu Kapal Tanpa Kelengkapan Dokumen Impor di Palembang

Rabu, 08 Mei 2024 | 16:58

Mardani Dukung Sikap Oposisi Ganjar: Itu Ksatria!

Rabu, 08 Mei 2024 | 16:55

Google Pixel 8A Resmi Dirilis, Dibanderol Mulai Rp8 Jutaan

Rabu, 08 Mei 2024 | 16:44

Wakapolda Aceh Armia Fahmi Daftar Bacalon Bupati Atam Lewat Nasdem

Rabu, 08 Mei 2024 | 16:39

Pakar: Sosok Menkeu yang Baru Baiknya Berlatar Belakang Teknokrat Dibandingkan Politisi

Rabu, 08 Mei 2024 | 16:33

Satgas Catur Bais TNI Berhasil Gagalkan Penyelundupan Pakaian Bekas di Sebatik

Rabu, 08 Mei 2024 | 16:32

Militer Taiwan Bersiap Hadapi Ancaman China Jelang Pelantikan Presiden

Rabu, 08 Mei 2024 | 16:31

BTN Relokasi Kantor Cirebon

Rabu, 08 Mei 2024 | 16:09

Selengkapnya