Berita

Ilustrasi Foto/Net

Publika

TPPU bukan PHPU

Prahara Pilpres 2024
KAMIS, 14 MARET 2024 | 23:46 WIB | OLEH: ADHIE M. MASSARDI

TELAH terjadi Tindak Pidana Kejahatan terhadap Pemilihan Umum (TPPU) 2024 yang dilakukan secara Brutal-Terstruktur, Sistematis, dan Masif (B-TSM).
 
Desain kejahatan, Intellectual Dader dan pelaku lapangan serta pendukung TPPU sudah diungkap secara cerdas oleh tiga pakar Hukum Tata Negara Indonesia, yakni Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar.
 

Bukti-bukti dan analisa akademis ketiga pakar HTN ini oleh sineas patriotis Dandhy Dwi Laksono dikemas secara cerdas dan empirik dalam “dokumen audio visual skandal brutal” Pilpres 2024 bertajuk Dirty Vote yang sohor itu.
 
TPPU bukan PHPU
 
Jika 20 Maret 2024 ini KPU mengumumkan hasil rekapitulasi Pilpres 2024, dan hasilnya sangat pas dengan desain dan pola kejahatan sebagaimana dikemas dalam Dirty Vote. Artinya tidak berkesesuaian sama sekali dengan kehendak rakyat, tapi cocok 100 persen dengan kehendak “dalang kejahatan pemilu” maka perbedaan ini tidak menjadi PHPU (Perselisihan Hasil Pemilu) tapi TPPU (Tindak Pidana kejahatan terhadap Pemilu).
 
Pertanyaannya:
 
Pertama, sanggupkah Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili TPPU (Tindak Pidana Kejahatan Terhadap Pemilihan Umum)?

Kedua, sanggupkah 8 anggota Majelis Hakim MK melawan pengaruh negatif Anwar Usman (bekas Ketua MK) yang jadi biang kerok pelanggaran etika berat terkait diloloskannya Gibran yang masih di bawah umur, anak Presiden Widodo yang juga keponakan Anwar Usman?
 
Pasal Hukum TPPU

Secara sederhana, logika hukum yang harus dipakai dalam mengadili TPPU Pilpres 2024 ini ada dua jenis.

Tindak Pidana yang mengacu pada Pasal 365 KUHPidana tentang perampokan (suara) atau pencurian dengan kekerasan secara terencana. Sedangkan pasangan calon (Presiden/Wakil Presiden) yang diuntungkan dari kasus ini, yang mendapat limpahan suara, bisa dikenakan Pasal 480 KUHPidana, yang mengatur hukuman bagi si penadah barang curian.

Pasal Etika Olahraga yang mengatur masalah anti-doping. Semangat olahraga sama seperti semangat demokrasi elektoral (pemilu), yakni meliputi etika, fair play, dan kejujuran. Praktik anti-doping didasarkan pada landasan etika ini dan didukung di seluruh dunia.
 
Sebagai referensi, pada 2011 atlet Kempo nasional Arif Rahman berhasil meraih medali emas pada Sea Games 2011 di Jakarta-Palembang. Namun ketika Arif Rahman terbukti doping mengkonsumsi anabolic steroid methandienone, dia diskors larangan tanding selama dua tahun dan Medali Emas yang diraih dibatalkan oleh Federasi Sea Games.
 
Logika sederhananya, paslon memenangi Pilpres 2024 karena “mengonsumsi suara yang diperoleh dari cara-cara melanggar etika/hukum” bisa disamakan dengan doping di dunia olahraga.
 
Maka jika terbukti, kemenangannya bisa dibatalkan KPU atas rekomendasi Mahkamah Konstitusi. Hak politiknya dicabut selama satu atau dua kali musim pemilu.
 
Kepada peraih suara terbanyak kedua dinyatakan sebagai pemenang Pilpres 2024, atau Pilpres dilanjutkan menggunakan jadwal putaran kedua, dengan kontestan Dua Paslon tersisa, karena “Paslon doping” didiskualifikasi.
 
Begitulah logika sederhana untuk mengatasi persoalan elektoral brutal 2024 gegara penguasa ogah mengakhiri kekuasaannya sesuai etika dan batasan dalam berdemokrasi yang dipahat di lembaran Konstitusi.
 
Semoga cara sederhana ini bisa menghindarkan bangsa ini kembali terjebak khaos, social unrest, kerusuhan sosial yang dipicu oleh kerakusan akan kekuasaan satu keluarga yang tidak pernah memikirkan nasib dan masa depan rakyatnya.
 
*Penulis adalah aktivis senior, maestro demokrasi, mantan Jurubicara Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid.

Populer

Prabowo Perintahkan Sri Mulyani Pangkas Anggaran Seremonial

Kamis, 24 Oktober 2024 | 01:39

Karangan Bunga untuk Ferry Juliantono Terus Berdatangan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 12:24

Jejak S1 dan S2 Bahlil Lahadalia Tidak Terdaftar di PDDikti

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:30

KPK Usut Keterlibatan Rachland Nashidik dalam Kasus Suap MA

Jumat, 25 Oktober 2024 | 23:11

UI Buka Suara soal Gelar Doktor Kilat Bahlil Lahadalia

Senin, 21 Oktober 2024 | 16:21

Hikmah Heboh Fufufafa

Minggu, 20 Oktober 2024 | 19:22

Begini Kata PKS Soal Tidak Ada Kader di Kabinet Prabowo-Gibran

Minggu, 20 Oktober 2024 | 15:45

UPDATE

DPR Sambut Baik Upaya Indonesia Ingin Gabung BRICS Plus

Senin, 28 Oktober 2024 | 05:53

Divonis 20 Tahun Penjara, Pelaku Pembunuhan di Subang Ajukan Kasasi

Senin, 28 Oktober 2024 | 05:37

Asupan Protein Ikan Pegang Peran Penting Gizi Rakyat

Senin, 28 Oktober 2024 | 05:15

Fraksi PKS Dukung Visi Swasembada Pangan dan Energi Prabowo

Senin, 28 Oktober 2024 | 04:58

Aksi Heroik Kapal Bakamla

Senin, 28 Oktober 2024 | 04:46

Lahan Tembakau Blora Berkembang Pesat, Petani Sejahtera

Senin, 28 Oktober 2024 | 04:03

Bermain Imbang 0-0 Lawan Australia, Timnas U-17 Pastikan Lolos Piala Asia

Senin, 28 Oktober 2024 | 03:50

Bukit Tidar yang Penuh Kenangan

Senin, 28 Oktober 2024 | 03:24

DPD Dorong Lemhanas Bikin Film Bertema Patriotisme

Senin, 28 Oktober 2024 | 03:08

Pakar Hukum Endus Ada Pengkondisian Kasus Denny Indrayana

Senin, 28 Oktober 2024 | 02:29

Selengkapnya