Barata Sembiring Brahmana saat berdiskusi dengan kalangan akademisi, aktivis dan kalangan jurnalis di Medan/RMOLSumut
RMOL. Gerakan reformasi yang lahir dari keringat, darah dan airmata mahasiswa saat ini dalam kondisi mati suri ditengah jalan. Hal ini membuat gerakan tersebut tidak sampai pada puncak alamiahnya.
Demikian disampaikan tokoh masyarakat Karo, Barata Sembiring Brahmana berkaitan dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini. Menurutnya, Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN) menjadi sebuah penyakit yang membuat cita-cita reformasi tersebut tidak akan sampai pada sebuah konklusi. Hal ini ibarat hanya membicarakan bagian luar tanpa menyelesaikan masalah.
“Bila kita bicara tentang KKN, tentang perilaku penguasa dan penyelenggara. Maka bisa dikatakan saat ini kita hanya bicara gejala penyakit, bukan penyakit itu sendiri,” katanya dilansir
Kantor Berita Politik RMOLSumut, Jumat (8/3/2024).
Barata mengatakan gejala mati suri reformasi seperti ini sudah terlihat sejak Presiden Abdurrahman Wahid alias Gusdur digulingkan dari kursi presiden. Ironisnya hal itu dilakukan pada masa Gusdur baru 19 bulan menjalankan roda kepemimpinan untuk mencabut seluruh ‘tiang’ Orde Baru yang sudah lama bercokol. Hal yang menurut Barata tidak mungkin bisa dilakukan dalam waktu yang sangat singkat.
“Gusdur digulingkan oleh Megawati dengan bantuan Amin Rais, Akbar Tanjung, Hamzah Haz dll dengan poros tenghnya Amin Rais. Namun baru 20 bulan berjalan mereka menolak Megawati jadi presiden dengan dalih agama bahwa seorang wanita,” sebutnya.
Ditambahkan Barata, saat menjadi presiden Megawati juga ternyata harus membagi kekuasaan dengan ‘tenaga-tenaga’ Orde Baru. Hal ini ditandai dengan amandemen ke IV pada 33 UUD 45 yang membuka peluang pemodal besar menguasai sebagian ekonomi negeri.
“Maka sampailah kita pada hari ini, lips service pemberantas KKN terus berlanjut dari zaman Megawati, SBY hingga ke Presiden Jokowi,” ujarnya.
Tahun 2014 kata Barata, Presiden Jokowi muncul dengan janji Revolusi Mental. Dalam kurun waktu 10 tahun berkuasa, janji itu menurutnya tidak pernah terwujud dengan jelas.
Dari rangkaian itu menurutnya, Megawati merupakan sosok yang dapat dikatakan menjadi orang pertama yang mengubur gerakan reformasi itu sendiri karena ambisinya.
“Setelah dulu kalah dari SBY, kini kalah oleh petugas partainya sendiri. Hukum karma kah? silahkan pada penilaian sendiri-sendiri,” pungkasnya.