Berita

Ilustrasi Bioethanol/Net

Nusantara

Bioethanol Bukan Solusi Atasi Krisis Kualitas Udara

JUMAT, 23 FEBRUARI 2024 | 16:59 WIB | LAPORAN: WIDODO BOGIARTO

Kebijakan pemerintah untuk memperbaiki kualitas udara yang makin mengkhawatirkan bagi kesehatan masyarakat sejatinya tak hanya sebatas pada uji emisi kendaraan, rekayasa cuaca untuk memancing hujan, mendorong penggunaan kendaraan umum, serta mengawasi industri dan pembangkit listrik saja.

Pengamat Energi Muhammad Badaruddin mengatakan, pemerintah seharusnya juga menyoroti aspek kualitas bahan bakar minyak (BBM) kendaraan. Sebab, yang menjadi kontributor emisi terbesar adalah sektor transportasi.

Bahkan, Badaruddin mengungkapkan,  Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya pada tahun 2023 pernah melaporkan bahwa sektor transportasi berkontribusi sebesar 44 persen dari penggunaan bahan bakar di Jakarta, yang terdiri dari dari 17 juta sepeda motor, 4,2 juta mobil penumpang, 856 ribu truk, dan 344 ribu bus. Diikuti industri energi 31 persen, lalu manufaktur industri 10 persen, sektor perumahan 14 persen, dan komersial 1 persen.

"Ini menjadi bukti bahwa kebijakan uji emisi saja tidak akan menjadi solusi. Sebab, masalahnya bukan hanya pada persoalan mesin kendaraan yang kotor, namun juga disebabkan kualitas BBM yang tidak memenuhi standar Euro 4 yang telah ditetapkan oleh pemerintah," kata Badar, sapaan Badaruddin, di Jakarta, Jumat (23/2).

BBM jenis RON 92 atau Pertamax pun, menurut Badar, belum memenuhi standar bahan bakar untuk jenis mesin Euro 4, yang mampu mengeluarkan emisi yang lebih bersih dibandingkan dengan mesin lainnya.

Padahal, sebut Badar, Kementerian LHK sebenarnya telah mengeluarkan Peraturan yakni P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017, yang mengatur BBM harus berstandar emisi EURO IV, dan berlaku bagi kendaraan roda empat berbahan bakar bensin sejak Oktober 2020.

"Namun ironisnya, bahan bakar yang digunakan di Indonesia, baik itu bensin maupun solar masih belum memenuhi standar emisi Euro IV. Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) menyatakan bahwa Indonesia menjadi negara paling tertinggal di Asia Tenggara, dalam komitmen peralihan penggunaan BBM yang lebih ramah lingkungan," ujar Badar.

Badar mengungkapkan, berdasarkan data KPBB, saat ini Indonesia menjadi negara terakhir di Asia Tenggara yang belum mengadopsi standar Euro 4. Negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, Malaysia sudah mengadopsinya. Bahkan Singapura sudah mengadopsi standar Euro 5.

Badar menjelaskan, BBM dikatakan standar Euro IV, jika kandungan sulfur dalam bahan bakar tidak boleh melebihi 10 parts per million (ppm). Adapun bahan bakar seperti bensin dengan nilai oktan atau Research Octane Number (RON) 88 dan Pertalite (RON 91) memiliki kandungan sulfur maksimal 500 ppm. Kemudian, Pertamax Turbo (RON 98) memiliki kandungan sulfur maksimal 50 ppm.

"Alih-alih meningkatkan kualitas BBM sesuai standar Euro IV yang urgen dilakukan saat ini, ada pasangan capres dan cawapres tertentu justru fokus pada Bioetanol yang membutuhkan investasi besar dan waktu yang panjang. Padahal, kesehatan dan hak masyarakat untuk mendapatkan udara bersih, adalah kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi," sesal Badar.

Selain tak menjamin bisa mengatasi kualitas udara yang semakin memburuk, Badar melihat, implementasi bioethanol juga menimbulkan persoalan baru di kemudian hari.

"Dari sudut pandang pelaku industri, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) belum menyarankan atau meminta merek mobil melakukan modifikasi untuk penggunaan bahan bakar bioetanol," kata Badar.
 
"Selain itu, kalau ngotot akan menggunakan bioethanol untuk mengganti solar dan Pertalite, maka ketergantungan kita pada impor akan meroket, karena pasokan etanol domestik saat ini tidak cukup. Sehingga mau tidak mau justru akan membuka keran impor etanol dan ini membuat harga BBM semakin tidak terjangkau," sambungnnya.

Sebelumnya, dalam debat capres dan cawapres sempat menyinggung mengenai pengembangan energi bersih menjadi janji para capres. Pasangan pasangan Anies-Muhaimin, meskipun belum mengeluarkan kebijakan taktis, namun menekankan pentingnya rencana yang menyeluruh terkait transisi energi.

Pasangan Prabowo-Gibran, berencana akan memperbanyak sumber bioetanol sebagai bentuk transisi energi bersih. Sementara itu Ganjar-Mahfud berjanji  akan menjadikan transisi energi baru terbarukan (EBT) menjadi sebuah peluang investasi.

Terkait dengan penggunaan bioetanol sebagai bentuk transisi energi bersih sebagaimana yang digaungkan pasangan Prabowo-Gibran, pemerintah Joko Widodo saat ini tengah berupaya memanfaatkan etanol sebagai campuran BBM. Salah satu produk yang telah memanfaatkan etanol yakni Pertamax Green 95.

Memang, diakui Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, Indonesia butuh waktu untuk memanfaatkan etanol secara besar-besaran. Bahan baku masih menjadi tantangan untuk pengembangan etanol ini.

Menurut Tutuka, pengembangan etanol tidak bisa secepat biodiesel. Sementara, jika menggunakan etanol impor akan berdampak pada biaya dan harga bahan bakar.

"Itu masih agak lama etanolnya karena pakai apa kita. Kalau biodiesel kita punya hulunya, kelapa sawit, tapi ini kan kita belum punya. Awal rantai pasoknya nggak punya di hulunya, jadi menurut saya tidak bisa cepat seperti biodiesel. Karena kalau impor pasti akan tambah biaya dan tinggi harganya," kata Tutuka di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Senin (12/2).

Argumentasi yang dikemukakan Tutuka tersebut semakin memperjelas pendapat Badar bahwa penggunaan bioetanol untuk kendaraan bermotor perlu dievaluasi.

"Semangat untuk mengembangkan Bioetanol perlu kembali dipikirkan masak-masak. Jangan sampai, ambisi untuk mengembangkan bioethanol yang membutuhkan waktu dan biaya yang mahal, justru membuat masyarakat semakin lama hidup dengan udara penuh polusi," pungkas Badar.


Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya