Berita

Ketua DPP GMNI, Arjuna Putra Aldino, berziarah ke Makam Bung Karno di Blitar, Jawa Timur, Rabu (7/2)/Istimewa

Politik

Di Makam Bung Karno, GMNI Ajak Masyarakat Berani Bersuara

KAMIS, 08 FEBRUARI 2024 | 01:55 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Seruan Kebangsaan "Indonesia Berkabung: Matinya Demokrasi" berkumandang di Pelataran Makam Bung Karno, Blitar, Jawa Timur, Rabu (7/2). Seruan ini dibacakan oleh Ketua Umum DPP GMNI, Arjuna Putra Aldino, yang menyoroti masalah demokrasi yang kini diwarnai dengan intimidasi terhadap berbagai kalangan.

Di mana pelanggaran etika terjadi berulang-ulang tanpa rasa malu dan aturan soal netralitas ditabrak begitu saja.

Ada 6 poin seruan kebangsaan yang disampaikan oleh Arjuna. Pertama, mendesak Presiden Joko Widodo tidak menggunakan simbol, program, dan fasilitas negara untuk melakukan kampanye terselubung yang menguntungkan kandidat tertentu demi terselenggaranya pemilu yang adil, jujur, dan fair. Hal ini sangat penting disuarakan untuk menjaga kehormatan dan kewibawaan Presiden sebagai lembaga tinggi negara.


“Kami tidak mau Presiden jadi tim sukses,” ucap Arjuna, melalui keterangannya, Rabu (7/2).

Kedua, mendesak Presiden Jokowi untuk menjunjung tinggi kepentingan Negara di atas kepentingan keluarga dan para kroni. Karena sebagai Kepala Negara, Presiden bertugas melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Menurut Arjuna, poin ini disampaikan sebagai wujud agar Presiden menjalankan sumpah jabatannya melindungi semua warga negara Indonesia yang memiliki keragaman etnis, suku, hingga pilihan politik di Pilpres 2024. Semua harus dilindungi tidak boleh didiskriminasi karena pilihan politik.

“Kami tidak mau Presiden dipersepsikan hanya milik golongan politik tertentu. Mereka yang pilihan politiknya berbeda didiskriminasikan, itu bisa mengancam persatuan nasional,” imbuh Arjuna.

Ketiga, mendesak Presiden untuk menghentikan segala bentuk kriminalisasi dan intimidasi terhadap aktivis, budayawan, dan semua komponen masyarakat serta berhenti menjadikan kasus hukum sebagai alat sandera politik untuk memenangkan kandidat tertentu.

Lanjut Arjuna, kriminalisasi para aktivis dan budayawan kian marak hanya karena mereka mengeluarkan kritik pedas kepada pemerintah.

“Pemerintah harus dewasa secara politik. Politisasi kasus korupsi yang dijadikan alat sandera politik untuk memenangkan kandidat tertentu juga harus dihentikan,” tegas Arjuna.

Keempat, mendesak Presiden untuk menegakan rule of law dengan prinsip kesamaan di mata hukum, adil, dan tidak memihak agar hukum dapat melindungi seluruh warga masyarakat tanpa ada intervensi dari pihak manapun. Hal ini berkaitan dengan menempatkan hukum di posisi tertinggi, hukum tidak boleh dipermainkan oleh kekuasaan.

Penyelenggaraan negara yang baik didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik. Hukum tidak boleh menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan, digunakan sebagai senjata untuk memberangus mereka yang tidak sejalan dengan pemerintah.

Kelima, mengajak seluruh komponen masyarakat untuk menolak segala bentuk Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang dapat merusak kehidupan berbangsa dan bernegara.

Arjuna menilai akhir-akhir ini ada upaya melanggengkan nepotisme dan politik dinasti. Karena itulah dirinya mengingatkan kembali bahwa pemberantasan nepotisme menjadi amanat Reformasi yang tidak boleh ditinggalkan. Padahal nepotisme merusak tatanan sosial dan tatanan bernegara.

“KKN adalah musuh demokrasi. Demokrasi akan cacat jika ada upaya pelanggengan terhadap KKN secara sistematis,” ujar Arjuna.

Selain itu, seruan ini juga mengajak semua komponen masyarakat untuk berani bersuara sebagai bagian dari kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dilindungi UUD. Karena bangsa ini milik kita semua, dari semua untuk semua.

“Kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah pondasi kehidupan politik yang beradab. Tanpa ada kebebasan berekspresi dan berpendapat kita seperti kembali ke era Orde Baru dan masa kolonial,” tegasnya.

Alasan Arjuna menyelenggarakan agenda seruan ini di makam Bung Karno di Blitar adalah keinginan untuk mengadu ke Bung Karno sebagai Bapak Bangsa soal kondisi bangsa ini yang semakin jauh dari cita-cita Founding Fathers di mana demokrasi harus didasarkan pada kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan.

“Ingat, Bung Karno berpesan demokrasi harus dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan bukan oleh siasat kotor dan nafsu kekuasaan. Kami ingin mengadu kepada Bapak kami,” tutup Arjuna.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya