Berita

Tim kuasa hukum TPDI, Patra M Zein, di PN Jakarta Pusat, Senin (29/1)/RMOL

Politik

Jokowi, Pratikno, Anwar Usman, dan KPU Dituntut Minta Maaf 7 Hari di Media dan Denda Rp1 Triliun

SENIN, 29 JANUARI 2024 | 14:52 WIB | LAPORAN: RAIZA ANDINI

Presiden Joko Widodo, Mensesneg Pratikno, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dituntut untuk meminta maaf kepada rakyat selama 7 hari berturut-turut atas perbuatan melanggar hukum yang mereka lakukan.

Selain itu, para tergugat juga dituntut membayar kerugian Rp1 triliun yang akan dimanfaatkan untuk membangun sekolah demokrasi bagi rakyat.

Hal itu disampaikan kuasa hukum Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Patra M. Zein, saat melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, atas dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Jokowi, Pratikno, Anwar Usman, dan KPU, Senin (29/1).


Dari segi pidananya, kata Patra, pihak penggugat meminta agar PN Jakpus menyatakan tergugat melakukan pelanggaran hukum.

"Tuntutan dari para penggugat sudah jelas. Tuntutannya kita minta PN Jakpus untuk menyatakan para tergugat dan turut tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum," ujar Patra M. Zein di PN Jakarta Pusat, Jalan Bungur, Senin (29/1).

Selain itu, pihak tergugat juga diminta untuk meminta maaf di media kepada seluruh rakyat Indonesia atas perbuatan yang mereka lakukan.

"Kita minta mereka melakukan permohonan maaf secara tertulis di dua media selama tujuh hari berturut. Kepada siapa kita minta maaf? Kepada prinsipal, kepada masyarakat, kepada rakyat, atas perbuatan melawan hukum yang mereka lakukan," tegasnya.

Dari sisi perdata, lanjut Patra, pihak penggugat menuntut agar tergugat membayar Rp1 triliun yang akan digunakan untuk membangun sekolah demokrasi.

"Tentu dalam perdata dimungkinkan para penggugat mengajukan tuntutan materiil berupa 1 juta rupiah, sementara immateriil sebesar 1 triliun. Untuk apa uangnya? Prinsipal menyatakan untuk membangun sekolah demokrasi supaya masyarakat bisa mendapatkan pencerahan pendidikan politik dan tidak dibodoh-bodohi. Jadi itu garis besarnya," ujar Patra.

"Gugatan ini semoga dapat berlangsung dapat diperiksa dan diputus pada saatnya nanti," tutupnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya