Presiden sebagai pembina politik negara maupun Gubernur juga Bupati/Walikota sebagai kepala daerah tidak etis bila memihak dan berkampanye menyukseskan salah satu pasangan calon. Presiden harus netral dalam Pemilu 2024.
Demikian disampaikan Pakar Hukum Tata Negara (HTN), Prof Sugianto, saat dikonfirmasi Kantor Berita RMOLJabar, Kamis (25/1).
Prof Sugianto menjelaskan, walaupun kedudukan presiden dalam UU 7/2017 tidak ditegaskan boleh/tidak berkampanye dalam Pilpres 2024, namun sebagai pembina politik negara, presiden termasuk gubernur, bupati dan walikota sebagai pembina politik daerah sebaiknya mengambil cuti di luar tanggungan negara.
“Presiden sebaiknya cuti, karena sebagai pejabat negara tidak bisa dipisahkan apakah pada saat kampanye menggunakan fasilitas negara atau tidak,” tegasnya.
Gurubesar hukum Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon tersebut menyarankan presiden sebagai pembina politik negara dalam Pemilu 2024, tidak memaksakan kehendak untuk memihak salah satu pasangan calon.
“Kami berharap Presiden Jokowi netral dalam Pilpres 2024, karena putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres nomor urut 2,” ujarnya.
Prof Sugianto menuturkan, berdasarkan UU 7/2017 tentang Pemilu, presiden dan wakil presiden memang dibolehkan untuk berkampanye pada pemilu, baik pilpres maupun pileg. Ketentuan Pasal 280 UU Pemilu merinci pejabat-pejabat negara yang tidak boleh kampanye, antara lain Ketua dan para Hakim Agung, Ketua dan para Hakim Mahkamah Konstitusi, Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dan seterusnya.
Sedangkan presiden dan wakil presiden serta para menteri tidak termasuk dalam pejabat negara yang dilarang kampanye. Bahkan Pasal 299 ayat 1 UU Pemilu secara tegas menyatakan presiden dan wakil presiden mempunyai hak untuk melaksanakan kampanye.
Namun begitu, Prof Sugianto mengingatkan, Pasal 281 UU itu mengatur syarat-syarat pejabat negara, presiden dan wakil presiden yang akan berkampanye antara lain harus cuti di luar tanggungan negara dan tidak boleh menggunakan fasilitas negara, termasuk lepas dari ajudan dan pengawal.
“Jadi presiden dan wakil presiden boleh kampanye, baik mengkampanyekan diri mereka sendiri kalau menjadi petahana, maupun mengkampanyekan orang lain yang menjadi capres dan cawapres," jelasnya.
Prof Sugianto kembali menegaskan, presiden dan wakil presiden boleh juga kampanye untuk parpol peserta Pemilu tertentu. Pasal-pasal tentang presiden yang akan berkampanye itu juga mengatur pengamanan dan fasilitas kesehatan presiden dan wakil presiden yang berkampanye.
“Ketentuan lebih lanjut bagi presiden dan wakil presiden yang akan kampanye diatur oleh Peraturan KPU,” tutupnya.