Sekjen PAN sekaligus Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Eddy Soeparno/RMOL
Kebijakan hilirisasi sebagai kelanjutan dari program pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) oleh paslon nomor urut 2 dikritik banyak kalangan masyarakat.
Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran Eddy Soeparno menolak tegas istilah hilirisasi ugal-ugalan yang disampaikan pasangan calon lain.
"Saya tidak melihat adanya konteks ugal-ugalan di sini, sebenarnya apa yang dilakukan Pak Jokowi dan akan diteruskan Pak Prabowo dan Mas Gibran nanti ke depannya adalah untuk melanjutkan hilirisasi yang saat ini masih di tahap smelter," kata Eddy di sela-sela menghadiri konsolidasi PAN di Papua dan Papua Barat, Rabu (24/1).
Pimpinan Komisi VII DPR RI ini menegaskan smelter merupakan langkah awal untuk kita menciptakan industri antara seperti precursor menuju baterai nikel dan kemudian menuju mobil listrik.
"Hilirisasi sampai dengan produk hantaran apalagi pada produk akhir pada end produk itu sampai sekarang masih belum ada di Indonesia,” ungkap Eddy.
“Itu tidak hanya di industri smelter saja tidak hanya di industri nikel saja, tetapi di berbagai industri yang ada, sehingga banyak nilai tambah yang sebetulnya kita bisa nikmati terpaksa kita ekspor, padahal nilai tambahnya masih belum bisa kita maksimalkan," tegasnya.
Sekjen PAN itu menjelaskan tahapan precursor ini sekarang sudah ada proses pembangunan pabriknya, dilakukan sekarang ini oleh Vale di Indonesia, dan perusahaan-perusahaan lainnya.
"Jadi proses hilirisasi tahap kedua tahap ketiga dan lain-lain sedang berjalan. Karena itu tidak bisa proses berjalan ini dikatakan ugal-ugalan apalagi tidak terstruktur atau dibilang tidak ada sistematikanya," ucapnya.
Eddy menegaskan proses kebijakan hilirisasi terencana dengan baik dan sudah melalui tahapan yang seharusnya dilalui.
"Hilirisasi ini terencana dengan baik dan memang harus bertahap. Tidak bisa langsung loncat dari sesuatu yang tidak kita miliki kepada sesuatu yang kemudian kita harapkan bisa langsung menciptakan produk hilir. Bagaimanapun harus ada produk antaranya dulu," demikian Eddy Soeparno.