Berita

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata/RMOL

Hukum

Pejabat KKP dan Bakti Kominfo Diduga Terima Suap dari Perusahaan Jerman, KPK Koordinasi dengan FBI

SELASA, 16 JANUARI 2024 | 07:13 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku sudah menerima informasi terkait adanya dugaan pejabat di Indonesia yang menerima suap dari perusahaan asal Jerman, SAP. Bahkan, KPK juga sudah berkoordinasi dengan Federal Bureau of Investigation (FBI) guna mendalami informasi itu.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, pihaknya sudah menerima informasi mengenai SAP yang dituntut untuk membayar lebih dari 220 juta dolar AS dalam bentuk denda maupun administrasi atas kasus suap kepada pejabat pemerintahan di Afrika Selatan dan Indonesia.

Pejabat pemerintahan di Indonesia yang dimaksud berada di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI), atau sekarang menjadi Bakti Kominfo.


"Sudah dikoordinasikan dengan FBI untuk mendapatkan informasi lebih lanjut," kata Alex seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (16/1).

Selain itu, lanjut Alex, informasi tersebut juga akan ditindaklanjuti pimpinan KPK dengan melakukan pembahasan secara internal. Selanjutnya, KPK juga akan berkoordinasi dengan Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) atau Department of Justice (DoJ) melalui Kedutaan Besar (Kedubes) AS di Indonesia untuk mendapatkan informasi lebih detail.

"Kerja sama KPK dengan DoJ dan FBI selama ini sudah berjalan dengan baik. Ada beberapa perkara yang pernah ditangani bersama antara KPK dengan FBI antara lain e-KTP," pungkas Alex.

Kasus suap lintas negara ini terungkap dari dokumen pengadilan terhadap SAP yang dimuat dalam berita resmi Departemen Kehakiman AS, Kamis (11/1).

Dalam berita resmi itu, SAP dituntut untuk membayar lebih dari 220 juta dolar AS dalam bentuk denda maupun administrasi atas kasus suap kepada pejabat pemerintahan di Afrika Selatan dan Indonesia.

SAP dituntut atas dua kasus. Pertama, pelanggaran terhadap ketentuan antipenyuapan dan pembukuan dan catatan dari UU Praktik Korupsi Luar Negeri atau Foreign Corrupt Practices Act (FPCA) terkait dengan pemberian suap kepada pejabat di Afrika Selatan.

Kedua, pelanggaran terhadap ketentuan antisuap FCPA dalam skemanya untuk membayar suap kepada pejabat Indonesia selama 2015-2018. Suap tersebut dilakukan untuk memperoleh bisnis pemerintah yang berharga. Suap dan pemberian lain itu berbentuk uang tunai, kontribusi politik, transfer elektronik, sekaligus barang mewah yang dibeli saat berbelanja.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya