Anggota Komisi III DPR RI Nazaruddin Dek Gam/Net
Proses pemilihan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ditinggalkan Firli Bahuri, harus dilakukan melalui panitia seleksi atau pansel.
Begitu dikatakan anggota Komisi III DPR RI Nazaruddin Dek Gam mengomentari keputusan Presiden Joko Widodo memberhentikan Firli Bahuri atas surat pengunduran diri dari jabatan Ketua KPK.
"Penggantian pimpinan pengganti Firli Bahuri haruslah melalui Pansel sebagaimana diatur Pasal 30 ayat (2) UU KPK," ujar Nazaruddin kepada wartawan, Senin (15/1).
Dijelaskan Nazaruddin, mekanisme pansel dikarenakan tidak ada penjelasan sama sekali dalam putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 tentang bagaimana status calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang tidak terpilih di DPR RI, yang tidak terpilih pada pemilihan 13 September 2019.
Nazaruddin mengatakan, dalam putusan MK itu, hanya dijelaskan terkait status pimpinan KPK yang menjabat saat ini. Seharusnya masa jabatan pimpinan KPK saat ini berakhir pada 20 Desember 2023, disesuaikan menjadi 5 tahun sehingga akan berakhir pada 20 Desember 2024.
Lanjut legislator PAN itu, lantaran tidak ada penjelasan status mereka dalam putusan MK tersebut, seharusnya para calon tak terpilih ini tidak bisa diberlakukan Pasal 33 UU 19/2019, artinya tidak bisa serta merta menggantikan Firli.
"Dengan sendirinya mereka tidak bisa dipilih menjadi pimpinan KPK pengganti Firli Bahuri," tekannya.
Menurut Nazaruddin, untuk mengisi kekosongan jabatan yang ditinggalkan Firli, harus dilakukan melalui pembentukan pansel. Hal itu akan sesuai dengan Pasal 30 ayat 2 UU KPK.
"Namun, mengingat waktu yang tidak terlalu panjang, posisi tersebut bisa dikosongkan karena kami menilai sebenarnya pimpinan KPK yang ada saat ini masih bisa menjalankan tugas dengan baik," pungkasnya.