Pemimpin Gereja Katolik Roma seluruh dunia, Paus Fransiskus menyatakan keprihatinan mendalam atas meningkatnya konflik, perpecahan, dan meluasnya "kultur kematian." Dia menggambarkan keadaan saat ini seperti "Perang Dunia Ketiga yang terjadi sedikit demi sedikit."
Paus mengatakan hal itu dalam pidatonya di hadapan Korps Diplomatik yang terakreditasi, di Hall of Benedict, Vatikan, Senin (8/1). Hadir dalam acara itu antara lain para Duta Besar Negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina.
Dia menyatakan individu dan negara bertanggung jawab untuk memupuk dan mengupayakan perdamaian. Perdamaian menjadi tema pokok pidatonya tahun ini.
“Perdamaian pada dasarnya adalah anugerah dari Tuhan. Karena Dialah yang mewariskan kedamaian-Nya kepada kita. Dan karena, manusia punya kewajiban untuk memelihara dan memupuk perdamaian,” ujar Paus.
Lanjut dia, setidaknya ada enam jalan untuk menciptakan dan memupuk perdamaian. Pertama, menghormati kehidupan. Kedua, menghormati hak-hak asasi manusia. Ketiga, dialog harus menjiwai komunitas internasional.
Keempat, melalui dialog politik dan sosial. Sebab, dialog merupakan dasar bagi hidup berdampingan secara damai dalam komunitas politik modern saat ini.
Kelima, jalan perdamaian juga harus melalui dialog antaragama. Yang pertama-tama perlunya perlindungan terhadap kebebasan beragama dan penghormatan terhadap kelompok minoritas.
Yang terakhir atau keenam, jalan menuju perdamaian melalui pendidikan, yang merupakan sarana utama untuk investasi masa depan dan generasi muda.
Di bagian awal pidatonya, Paus menyinggung berbagai konflik di berbagai belahan dunia. Perang Gaza dan Ukraina mendapat sorotan panjang. Dua tahun perang yang dilancarkan Rusia terhadap Ukraina telah mengakibatkan “banyak korban dan kehancuran besar-besaran.”
“Cara-cara yang dilakukan Hamas dan Israel, ekstremisme dan terorisme bukanlah cara untuk menyelesaikan perselisihan antar masyarakat. Perselisihan itu hanya akan memperburuk dan menyebabkan penderitaan bagi semua orang,” bebernya.
Karena itu, Paus mendesak dilakukannya gencatan senjata, pembebasan para sandera, dan akses bantuan kemanusiaan bagi rakyat Palestina.
Paus juga menegaskan dukungannya pada "two state solution" juga "status khusus atas Kota Israel yang mendapat jaminan internasional demi terciptanya perdamaian dan keamanan abadi.
Situasi di Myanmar, Suriah, Lebanon, Sudan dan sejumlah negara Afrika serta ketegangan antar-negara di Amerika Latin, mendapat sorotan. Disinggung pula soal kerusakan lingkungan dan perubahan iklim. Menurut Paus penderitaan yang dialami warga Rohingya perlu dihentikan.
Dia memohon agar setiap upaya dilakukan untuk memberikan harapan bagi tanah tersebut dan masa depan yang bermartabat bagi generasi mudanya.
“Dengan tidak mengabaikan keadaan darurat kemanusiaan yang terus dialami oleh warga Rohingya,” tegas Paus.
Paus Fransiskus mengecam keras pelanggaran hukum humaniter internasional. Dia menyatakan bahwa pelanggaran berat adalah kejahatan perang yang tidak hanya menuntut identifikasi tetapi juga pencegahan.
“Peperangan modern tidak lagi hanya terjadi di medan perang yang jelas,” tegasnya lagi.
Dia menyesalkan bahwa perbedaan antara tujuan militer dan sipil tidak lagi dihormati, tidak ada konflik yang tidak berakhir dengan cara tertentu; menyerang penduduk sipil tanpa pandang bulu.
“Peristiwa di Ukraina dan Gaza adalah bukti nyata akan hal ini,” ungkapnya.
Isu lain yang disinggung Paus adalah soal perlucutan senjata. Paus menekankan perlunya perlucutan senjata, dengan menegaskan bahwa senjata tidak memiliki nilai jera melainkan mendorong penggunaannya.
“Umat manusia harus berupaya mengatasi akar penyebab konflik. Tantangan-tantangan di zaman ini melampaui batas-batas negara. Misalnya, krisis pangan, lingkungan hidup, ekonomi, dan layanan kesehatan,” tutur Paus.
Karena itu, Paus mengulangi usulannya agar dibentuk dana global untuk menghilangkan kelaparan dan mendorong pembangunan berkelanjutan di seluruh planet ini.