Aliansi Mahasiswa Pejuang Kebenaran (Ampak) menggelar demonstrasi di kantor Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (21/12)/Ist
Sejumlah massa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Pejuang Kebenaran (Ampak) menggelar demonstrasi di kantor Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (21/12). Kehadiran mereka untuk menyuarakan dukungannya terhadap Hakim Konstitusi Anwar Usman.
“Mendukung dan meminta agar hakim (PTUN) memutuskan pemulihan nama baik Anwar Usman serta mengembalikan hak-haknya karena terbukti tidak bersalah, tidak ada intervensi dari luar, tidak ada konflik kepentingan (conflict of interest) yang membuat Putusan MK Nomor 90/PPU-XXI/2023 menjadi cacat hukum sebagaimana dinyatakan dalam Putusan MK Nomor 141/PUU-XXI/2023,” kata Koordinator Aksi Kanzul Uloh yang membacakan pernyataan sikap Ampak.
Kanzul melihat Anwar Usman telah menjadi korban permainan opini serta putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang sangat kental aroma politisnya.
“Putusan MKMK lahir di tengah kuatnya arus opini politik yang menyerang marwah lembaga MK," kata Kanzul.
Dalam memperkuat pandangannya, Kanzul menyoroti proses pemeriksaan, kualitas alat bukti, dan bentuk sanksi oleh MKMK yang dinilai menabrak Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan MK.
“Soal proses pemeriksaan, seharusnya dilakukan tertutup. Nyatanya dibuat terbuka untuk pemeriksaan pelapor, dan tertutup untuk hakim terlapor. Di samping menyalahi aturan, itu dapat menimbulkan misinformasi dan disinformasi yang merugikan hakim terlapor,” kata Kanzul.
Begitu juga soal kualitas alat bukti, menurutnya, sejumlah alat bukti yang jadi dasar tuduhan pelanggaran etik tidaklah kuat. Misal, tuduhan bahwa Anwar Usman sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam pengambilan putusan.
“Hanya didasarkan atas pemberitaan salah satu media. Ajaibnya, MKMK menerima itu tanpa pengujian lebih jauh,” kata Kanzul.
Tak kalah penting soal sanksi, kata Kanzul, MKMK memutus Anwan Usman melakukan pelanggaran etik berat, menjatuhkan sanksi pemecatan dari jabatan Ketua MK serta melarangnya terlibat menangani perkara perselisihan Pilpres, Pemilu atau Pilkada.
“Itu tidak dikenal dalam aturan. Andai pun benar melakukan pelanggaran berat, mestinya dipecat dari hakim MK dan disediakan mekanisme untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Banding,” kata Kanzul.