Berita

Prof Yusril Ihza Mahendra/Net

Hukum

Prof Yusril: Tak Ada Bukti yang Sesuai Putusan MK dan KUHAP pada Penetapan Firli sebagai Tersangka

MINGGU, 17 DESEMBER 2023 | 17:36 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Barang bukti yang dimiliki Polda Metro Jaya (PMJ) untuk mentersangkakan Ketua Non Aktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, dinilai tak sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan KUHAP.

Penilaian itu disampaikan pakar hukum tata negara, Profesor Yusril Ihza Mahendra, yang pernah dihadirkan sebagai ahli oleh pihak Firli pada persidangan praperadilan, melawan Kapolda Metro Jaya selaku termohon, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Menurut Yusril, bila penetapan tersangka terhadap Firli hanya didasarkan kepada keterangan dari 1 orang saksi di antara 91 saksi, dan tidak didukung keterangan saksi lain atau alat bukti surat yang sah, yang dapat membuktikan kebenaran fakta terjadinya tindak pidana, maka berlaku asas unus testis nullus testis.


"Sehingga, keterangan saksi yang berdiri tunggal, yang berbentuk pengakuan sepihak dari satu orang saja, tanpa didukung keterangan saksi lain dan/atau alat bukti surat yang sah (Pasal 184 KUHAP), maka keterangan saksi tunggal itu tak dapat dijadikan alat bukti keterangan saksi sebagaimana dimaksud dalam Putusan MK 21/2014," kata Yusril, dalam keterangan tertulis yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (17/12).

Sehingga, kata dia, bila benar penetapan Firli sebagai tersangka hanya didasarkan keterangan saksi tunggal, dengan sendirinya penetapan tersangka itu tidak sah, dan tidak berdasar atas hukum, serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Karena tidak sesuai dengan ketentuan Putusan MK 21/PUU-XII/2014 dan peraturan perundang-undangan lainnya," katanya.

Yusril juga menjelaskan, meski 91 orang telah diperiksa sebagai saksi, namun tetap dihitung sebagai satu alat bukti, yakni keterangan saksi. Terlebih jika dari 91 saksi itu tidak ada satupun saksi yang melihat, mendengar, dan mengalami secara langsung, maka alat bukti itu menjadi tidak sah secara hukum.

Sementara, terkait keterangan 8 ahli yang dijadikan alat bukti, sambungnya, dalam proses penyelidikan dan penyidikan juga harus dinilai dan digunakan secara hati-hati oleh penyelidik dan penyidik.

"Keterangan yang dikemukakan ahli pada proses penyelidikan dan penyidikan hanya didasarkan pada hal-hal yang masih bersifat abstrak dan hipotetik, sehingga ahli berpikir dalam konteks speculative thinking, bukan mengungkapkan pikiran dengan keyakinan yang bersifat positive-conclusive yang didasarkan fakta-fakta atau alat bukti lain yang terungkap di persidangan," urainya.

Karena itu, jika keterangan ahli digunakan sebagai alat bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan, maka hakim praperadilan berkewajiban menilai fakta-fakta yang terungkap, untuk memastikan bahwa peningkatan status penyelidikan menjadi penyidikan benar-benar berdasar alasan dan pertimbangan hukum yang kokoh atau tidak.

"Karena keterangan itu mengandung sifat speculative-thinking yang mungkin berguna pada tataran filsafat, lebih-lebih dalam metafisika, tetapi tidak banyak manfaatnya dalam konteks penerapan hukum konkret, yang memerlukan tingkat kepastian tinggi," tambah Yusril.

Demikian juga alat bukti surat berupa foto atau potret yang dijadikan sebagai alat bukti, dia menilai barang itu tidak dapat dijadikan alat bukti surat berdasarkan Pasal 184 KUHAP.

"Potret atau foto itu tidak menerangkan apa-apa, kecuali menunjukkan dua orang sedang duduk, yang dikenal sebagai Firli dan SYL," katanya.

Yusril juga menuturkan, foto atau potret itu hanya dapat dijadikan sebagai petunjuk, bahwa memang ada pertemuan secara fisik dan faktual antara Firli dengan SYL.

"Alat bukti seperti itu baru bisa ditampilkan, setelah dihubungkan dengan alat-alat bukti yang lain yang terungkap dalam persidangan," katanya.

Selanjutnya, terkait dokumen berupa surat anonim tertanggal 1 Oktober 2023 berjudul 'Kronologi" yang tidak dapat dipertanggungjawabkan siapa pembuat dan pengirimnya, harus diuji kebenaran informasinya. Maka surat itu seharusnya tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti.

"Bisa saja surat itu ditujukan untuk memfitnah, karena tidak dapat membuktikan fakta kebenaran telah terjadi suatu perbuatan/tindak pidana sesuai Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B UU Tipikor yang seolah-olah dilakukan Firli," pungkas Yusril.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Berjuang Bawa Bantuan Bencana

Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

UPDATE

12 Orang Tewas dalam Serangan Teroris di Pantai Bondi Australia

Minggu, 14 Desember 2025 | 19:39

Gereja Terdampak Bencana Harus Segera Diperbaiki Jelang Natal

Minggu, 14 Desember 2025 | 19:16

Ida Fauziyah Ajak Relawan Bangkit Berdaya Amalkan Empat Pilar Kebangsaan

Minggu, 14 Desember 2025 | 19:07

Menkop Ferry: Koperasi Membuat Potensi Ekonomi Kalteng Lebih Adil dan Inklusif

Minggu, 14 Desember 2025 | 18:24

Salurkan 5 Ribu Sembako, Ketua MPR: Intinya Fokus Membantu Masyarakat

Minggu, 14 Desember 2025 | 18:07

Uang Rp5,25 Miliar Dipakai Bupati Lamteng Ardito untuk Lunasi Utang Kampanye Baru Temuan Awal

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:34

Thailand Berlakukan Jam Malam Imbas Konflik Perbatasan Kamboja

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:10

Teknokrat dalam Jerat Patronase

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:09

BNI Dukung Sean Gelael Awali Musim Balap 2026 di Asian Le Mans Series

Minggu, 14 Desember 2025 | 16:12

Prabowo Berharap Listrik di Lokasi Bencana Sumatera Pulih dalam Seminggu

Minggu, 14 Desember 2025 | 16:10

Selengkapnya