Sistem informasi daftar pemilih (Sidalih) masih belum bisa diakses/Rep
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) diduga melanggar UU Perlindungan Data Pribadi (PDP), karena sepelekan peretasan data pemilih pemilihan umum (Pemilu) Serentak 2024.
Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber Indonesia CISSReC, Pratama Persadha menilai, peretasan yang dilakukan hacker berjuluk Jimbo membuat data pemilih tak lagi terlindungi.
"Jadi dari yang kita dapatkan, sebenarnya ada 252 juta data yang diambil dari KPU, dari Sidalih (sistem daftar pemilih). Ternyata ada banyak data
double di situ. Saya juga enggak tahu kenapa
double," ujar Pratama dalam diskusi Polemik bertajuk "Ngeri, Data Pemilih Bocor", digelar virtual, Sabtu (2/12).
Dia menjelaskan, KPU sebagai pemegang data pemilih seharusnya bisa memberikan rasa aman kepada masyarakat, sekaligus memastikan sistem keamanan digital yang dimilikinya terproteksi dengan baik.
"Jadi ini yang menurut saya tidak menjadi pelajaran. Karena KPU setiap ada event pemilu selalu jadi target peretasan, dan berkali-kali juga jebol. Dan ini hal yang tidak bisa dibiarkan lagi," tegasnya.
Di samping itu, Pratama juga memandang Kominfo sebagai lembaga pemerintahan yang berperan penting dalam hal dunia informasi dan perkembangan digital, justru menterinya menganggap remeh permasalahan yang terjadi.
"Ini uda ada data bocor, kemarin Menteri Kominfo (Budhi Arie) bilang ini data biasa saja, data DPT," ungkapnya mengungkit kesal.
Namun, Pratama sebagai praktisi teknologi informasi memandang data-data yang diretas Jimbo merupakan data pribadi yang tidak bisa disebar sembarangan ke ruang publik.
"Data-data pribadi masyarakat, yang di sini (dalam data yang diretas Jimbo) ada nomor NIK, nomor KK, tempat tanggal lahir, alamat nama lengkap, termasuk nomor TPS. Itu adalah data masyarakat yang tidak bisa dipublikasikan secara publik, secara umum," tuturnya.
Maka dari itu, Pratama menduga tata kelola perlindungan data pribadi oleh KPU dan sikap menyepelekan dari Kominfo, merupakan bagian dari pelanggaran.
"Ini yang menurut saya harus disadari bahwa ada pelanggaran data pribadi di sini," demikian Pratama menambahkan.