Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo/Net
Ada nuansa politis di balik pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang mengaku mendapat tekanan dari Presiden Joko Widodo agar menghentikan kasus KTP-el.
Bagi praktisi hukum Mellisa Anggraini, pernyataan Agus Rahardjo itu, tidak memiliki fakta hukum yang jelas. Terutama, soal kapan pastinya pertemuan Agus dan Jokowi terjadi, yang tidak disebutkan secara detil.
"Apa yang disampaikan oleh mantan Ketua KPK Agus Rahardjo ini yang memiliki fakta hukum," kata Mellisa kepada wartawan, Sabtu (2/12).
Justru, Mellisa memandang, pernyataan itu sarat akan muatan politis. Terlebih, Agus mengungkapkan itu di tengah masa kampanye Pemilu 2024.
"Ini kan tensinya bernuansa politik, terlebih lagi disampaikannya pada masa pemilu. Dia tidak menjelaskan secara rinci kapan itu kejadiannya. Terus kemudian ada beberapa hal yang terputus dia sampaikan, tidak runut disampaikan," tuturnya.
Dia mengingatkan Agus untuk mempertanggungjawabkan tuduhan terhadap kepala kegara itu. Terlebih, saat kasus KTP-el itu bergulir Jokowi sudah beberapa kali meminta KPK memberangus praktik-praktik rasuah di Tanah Air.
Lebih penting, katanya, secara faktual kasus KTP-el telah berkekuatan hukum tetap dan terdakwa telah diberikan hukuman berat.
"Jadi secara faktualnya kontradiktif dengan apa yang disampaikan. Kalau dia menuding seperti itu tentu dia punya tanggung jawab untuk membuktikannya, karena dia kan orang hukum," pungkasnya.
Dalam program Rosi Kompas TV, Agus Rahardjo mengatakan, KPK di bawah kepemimpinannya hendak dicoba dijadikan sebagai alat kekuasaan. Namun karena waktu itu KPK masih independen dan tidak di bawah presiden, maka dirinya bisa tidak mengikuti apa yang diinginkan presiden.
Agus lantas menceritakan, saat KPK memproses kasus korupsi KTP-el, dirinya dipanggil sendirian oleh Presiden Jokowi yang ditemani oleh Pratikno.
"Jadi, saya heran, biasanya manggil itu berlima, ini kok sendirian. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan, tapi lewat masjid kecil itu, jadi dijemput dari sana," kata Agus.
"Di sana, begitu saya masuk, presiden sudah marah. Presiden sudah marah, menginginkan, karena baru saya masuk itu beliau teriak 'hentikan', saya kan heran yang dihentikan apanya," jelasnya.
Setelah duduk, Agus mengaku baru mengetahui bahwa Presiden Jokowi meminta agar KPK menghentikan kasus KTP-el yang menjerat Setnov.
Pernyataan Agus tersebut pun sudah dibantah pihak Istana yang menyebutkan tidak ada agenda pertemuan Presiden Jokowi untuk membahas soal kasus KTP-el seperti yang disampaikan Agus Rahardjo.
"Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden," kata Koordinator Staf Khusus (Stafsus) Presiden, Ari Dwipayana melalui keterangan tertulis kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (1/12).