Berita

TPDI menyerahkan tambahan bukti baru terkait laporan dugaan kolusi dan nepotisme keluarga Jokowi/RMOL

Politik

TPDI Tambahkan Bukti Baru Dugaan Kolusi dan Nepotisme Keluarga Jokowi

SELASA, 14 NOVEMBER 2023 | 20:48 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) kembali menyerahkan bukti baru dugaan kolusi dan nepotisme keluarga Presiden Joko Widodo, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), dan Prabowo Subianto, terkait putusan batas usia Capres-Cawapres.

Bukti itu diserahkan langsung oleh Koordinator TPDI, Erick S Paat, bersama tim, di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan. Kedatangan mereka didasarkan undangan dari Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK.

"Kami serahkan semua. Dari putusan MK, hasil MKMK, kemudian eksaminasi Gadjah Mada dari pakar, kami juga menyampaikan pasal-pasal yang berkait dengan nepotisme," kata Erick kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (14/11).

Menurutnya, pihaknya tinggal menunggu pemanggilan selanjutnya untuk mendiskusikan tindak lanjut laporan yang dilayangkan sejak Senin (23/10).

"Kami sudah sampaikan nama-namanya. Biar KPK yang memanggil saksi-saksi terkait," pungkas Erick.

Sementara Koordinator TPDI lainnya, Petrus Selestinus, mengatakan, kehadirannya juga untuk menambahkan dua bukti baru, melengkapi bukti-bukti sebelumnya.

"Tadi ada dua hal yang kami diskusikan dengan pihak yang mewakili pimpinan KPK. Pertama, hal yang baru, berdasar diskusi di dalam podcast Tempo.co atau yang disebut Bocor Alus Politik, di situ disebut-sebut ada aliran dana yang masuk ke hakim konstitusi, sebelum perkara diputus," kata Petrus.

Menurut dia, apa yang disampaikan wartawan Tempo itu merupakan informasi penting yang perlu didalami KPK.

"Makanya, tadi kita serahkan flashdisknya. Dan kami minta informasi itu dikembangkan, karena sudah menjadi konsumsi publik mengenai dugaan uang itu masuk ke sana," terang Petrus.

Selanjutnya, kata Petrus, pihaknya juga melengkapi pasal-pasal terkait kolusi dan nepotisme. Mengingat selama ini KPK hanya melakukan tindakan hukum terhadap korupsi.

"Kasus yang dilaporkan TPDI ini kasus nepotisme terkait proses persidangan perkara nomor 90. Delapan belas nama yang disampaikan TPDI yang terdiri dari Jokowi, Pratikno, Gibran Rakabuming Raka, Prabowo, 9 Hakim Konstitusi, bahkan kita usulkan lagi sebagai saksi fakta, ada profesor Jimly Asshiddiqie, Bintan Saragih dan Hakim Adams," urainya.

"Kita minta KPK memprioritaskan kasus ini, karena jadi perbincangan manusia sedunia, soal rusaknya demokrasi di Indonesia. Sudah ada kesepahaman bahwa nepotisme yang dilaporkan sudah masuk kriteria untuk diproses. Karena unsurnya cuma perbuatan yang dilakukan penyelenggara negara secara melawan hukum, hingga menguntungkan keluarga atau kroni," pungkasnya.

Sebelumnya TPDI telah melaporkan beberapa pihak kepada KPK atas dugaan tindak pidana kolusi dan nepotisme. "Yang diduga dilakukan Presiden Jokowi dengan Ketua MK Anwar, Gibran, Kaesang, dan lain-lain," kata Erick kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Senin (23/10).

Pada dokumen yang diserahkan, sebanyak 17 orang yang dilaporkan. Mereka adalah Presiden Jokowi, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, Cawapres Gibran Rakabuming Raka yang juga putra Jokowi, Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep yang juga putra Jokowi.

Selanjutnya Menteri Sekretariat Negara Pratikno, Ketum Partai Gerindra yang juga Capres Prabowo Subianto, prinsipal pemohon perkara uji materiil Nomor 90/PUU-XXI/2023 Almas Tsaqibbirru Re A, dan kuasa hukumnya Arif Suhadi.

Kemudian delapan hakim konstitusi, yakni Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo, M Guntur Hamzah, Manahan M Sitompul, Daniel Yusmic P Foekh, Wahiduddin Adams, Enny Nurbaningsih, serta panitera pengganti I Made Gede Widya Tanaya K.

Dasar hukum yang digunakan yakni Ayat 1 dan 3 UUD 1944, Tap MPR XI/MPR/1998, Tap MPR VIII/2001, UU 28/1999, UU 31/1999, UU 19/2019, UU 18/2003, Peraturan Pemerintah Nomor 43, dan Peraturan Pemerintah 68/1999.

Laporan itu, kata Erick, berkaitan dengan putusan MK terhadap permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu, di mana dalam putusan itu MK memberikan peluang untuk Gibran menjadi Cawapres.

Populer

Rocky Gerung Ucapkan Terima Kasih kepada Jokowi

Minggu, 19 Mei 2024 | 03:46

Dulu Berjaya Kini Terancam Bangkrut, Saham Taxi Hanya Rp2 Perak

Sabtu, 18 Mei 2024 | 08:05

Bikin Resah Nasabah BTN, Komnas Indonesia Minta Polisi Tangkap Dicky Yohanes

Selasa, 14 Mei 2024 | 01:35

Massa Geruduk Kantor Sri Mulyani Tuntut Pencopotan Askolani

Kamis, 16 Mei 2024 | 02:54

Ratusan Tawon Serang Pasukan Israel di Gaza Selatan

Sabtu, 11 Mei 2024 | 18:05

Siapa Penantang Anies-Igo Ilham di Pilgub Jakarta?

Minggu, 12 Mei 2024 | 07:02

Aroma PPP Lolos Senayan Lewat Sengketa Hasil Pileg di MK Makin Kuat

Kamis, 16 Mei 2024 | 14:29

UPDATE

Sidang Komika Aulia Rakhman Dilarang Diliput, Begini Penjelasan Jubir PN Tanjungkarang

Selasa, 21 Mei 2024 | 05:54

Safaruddin Akui Belum Dapat Perintah Prabowo untuk Jadi Cawagub Aceh

Selasa, 21 Mei 2024 | 05:35

Hari Ini MK Bacakan Putusan Dismissal Sengketa Pileg

Selasa, 21 Mei 2024 | 05:15

Pabrik Ekstasi dan Pil Koplo di Surabaya Bagian Sindikat Narkoba di Jakarta

Selasa, 21 Mei 2024 | 04:59

2 Anggota DPRD Mangkir dari Pemeriksaan Kejaksaan

Selasa, 21 Mei 2024 | 04:42

Malang Diguncang Gempa M 5,3, Tak Berpotensi Tsunami

Selasa, 21 Mei 2024 | 04:22

Pencemaran Sungai Singgersing Diduga Akibat Pembukaan Lahan Sawit

Selasa, 21 Mei 2024 | 03:57

Ombudsman Ajak Warga Jabar Kenali Latar Belakang Cagub

Selasa, 21 Mei 2024 | 03:31

Punya Kesamaan Visi Misi, Alasan Bobby Nasution Gabung Gerindra

Selasa, 21 Mei 2024 | 02:58

Polemik Maskot Pilkada, KPU Bandar Lampung Minta Maaf

Selasa, 21 Mei 2024 | 02:29

Selengkapnya