Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menjalani tes kesehatan di RSPAD Gatot Subroto sebagai syarat pencalonan presiden dan wakil presiden 2024/RMOL
Jalan politik Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden 2024 kian mulus usai pembacaan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait pelanggaran kode etik hakim MK.
Nasib Gibran sebagai bakal cawapres Prabowo Subianto sempat dipertanyakan publik lantaran putusan MK soal batas usia capres-cawapres diseret ke MKMK.
Kekhawatiran tersebut lantas dibayar kontan dalam putusan yang dibacakan Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie hari ini, Selasa (7/11).
Dalam putusannya, MKMK memang memutus sembilan hakim MK melanggar kode etik dengan sanksi berbeda-beda. Paling berat, hakim konstitusi Anwar Usman mendapat sanksi pemberhentian dengan tidak hormat sebagai Ketua MK.
Meski seluruh hakim MK dinyatakan melanggar kode etik, tidak mengubah status Gibran sebagai bakal cawapres 2024. Padahal sebelumnya, putusan MK soal syarat usia capres-cawapres berusia 40 tahun atau pernah/sedang menjabat sebagai kepala daerah atau jabatan hasil pemilihan umum yang sempat dituding demi pencalonan Gibran.
Berkaitan dengan status Gibran, Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie menyebut Majelis Kehormatan tidak memiliki wewenang dalam menilai putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden tersebut.
"Putusan MK itu final dan mengikat. Tapi UU yang berubah karena putusan MK. Itu kan UU, itu bisa di-
review," kata Jimly di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (7/11).
Jimly juga mengatakan, Putusan MK 90/PUU-XXI/2023 sudah diberlakukan KPU, sehingga tidak masalah jika tetap dijalankan. Apalagi, MKMK dalam memutus pemberhentian Anwar Usman semata-mata karena persoalan etik, tidak bisa mengubah putusan MK terhadap uji materiil norma di dalam UU Pemilu.
"UU sudah diputus dan dilaksanakan, implementasi oleh KPU, tinggal mereka membuat keputusan pengesahan capres-cawapres," tandas Jimly.
Jalan mulus Gibran menuju Pilpres 2024 juga secara tidak langsung diamini Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI). Ketua KPU RI, Hasyim Asyari berujar, pihaknya tak berwenang menilai dampak putusan MKMK terhadap pencalonan presiden dan wakil presiden.
Alasannya, sebagai penyelenggara Pemilu, KPU bertugas mengikuti perintah undang-undang. Sementara KPU sendiri sudah meneken revisi PKPU sesuai putusan mk, yakni capres-cawapres belum berusia 40 tahun bisa ikut pilpres sepanjang menjabat/pernah menjabat sebagai kepala daerah.
"Jadi kalau ada keputusan berkaitan peraturan perundang-undangan, tentu KPU akan tunduk dan mengikuti," kata Hasyim ditemui di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa malam (7/11).