Berita

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie, saat memimpin sidang pemeriksaan pendahuluan perkara dugaan pelanggaran kode etik Hakim Konstitusi sekaligus Ketua MK, Anwar Usman, di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (1/11)/Rep

Hukum

Anwar Usman Diduga Langgar Etik, Ketua MKMK: Kalau Perlu Berhentikan, Suruh Kerja Tempat Lain!

RABU, 01 NOVEMBER 2023 | 12:58 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Dugaan pelanggaran kode etik Hakim Konstitusi sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, diproses Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Dari sejumlah alasan yang disampaikan pelapor, dinilai masuk akal.

Hal tersebut disampaikan Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan perkara Pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi Nomor 2, 16, 18/MKMK/L/ARLTP/10/2023, di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (1/11).

Jimly menjelaskan, terdapat 9 pokok masalah beserta alasan konkret yang dijelaskan para Pemohon perkara, terkait dugaan pelanggaran kode etik Anwar Usman beserta seluruh hakim konstitusi yang dilaporkan.


Salah satu yang dipertimbangkan MKMK, dijelaskan Anwar, adalah soal tenggat waktu putusan yang dirasionalisasi harus dipercepat, untuk tujuan menjaga marwah institusi MK dan kepastian hukum dalam pelaksanaan Pilpres 2024.

"Untuk itu, dalil-dalil yang anda ajukan itu kami anggap akal sehat," ujar Jimly dalam persidangan.

Menurut Ketua MK pertama itu, perbedaan pendapat dalam laporan merupakan satu hal yang wajar. Sebab, ada tiga sebab perbedaan pendapat terjadi.

"Pokoknya kami berniat bagaimana mengawal kepercayaan publik dan penegakan kode etik itu bukan menghukum untuk maksud membalas kesalahan," tegasnya.

Maka dari itu, Jimly memastikan sidang dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi dimaksudkan untuk memberikan efek jera kepada mereka yang terbukti melanggar.

"Penegakan etika itu tujuannya restoratif, yaitu mengembalikan kepercayaan pada institusi. Karenanya, hukuman di dalam pelanggaran etik beda dengan pelanggaran hukum," terangnya.

"Kita tidak mau memenjarakan ini, tapi kita bermaksud mendidik, memenjarakan. Bila perlu berhentikan dia, suruh kerja tempat lain. Kira-kira gitu ya," demikian Jimly menegaskan. 

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Berjuang Bawa Bantuan Bencana

Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

UPDATE

PIP Berubah Jadi Kartu Undangan Kampanye Anggota DPR

Senin, 15 Desember 2025 | 06:01

Perpol versus Putusan MK Ibarat Cicak versus Buaya

Senin, 15 Desember 2025 | 05:35

Awas Revisi UU Migas Disusupi Pasal Titipan

Senin, 15 Desember 2025 | 05:25

Nelangsa Dipangku Negara

Senin, 15 Desember 2025 | 05:06

Karnaval Sarendo-Rendo Jadi Ajang Pelestarian Budaya Betawi

Senin, 15 Desember 2025 | 04:31

Dusun Bambu Jual Jati Diri Sunda

Senin, 15 Desember 2025 | 04:28

Korupsi di Bandung Bukan Insiden Tapi Tradisi yang Dirawat

Senin, 15 Desember 2025 | 04:10

Rektor UI Dorong Kampus Ambil Peran Strategis Menuju Indonesia Kuat

Senin, 15 Desember 2025 | 04:06

Hutan Baru Dianggap Penting setelah Korban Tembus 1.003 Jiwa

Senin, 15 Desember 2025 | 03:31

Jangan Keliru Tafsirkan Perpol 10/2025

Senin, 15 Desember 2025 | 03:15

Selengkapnya