Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)/Net
PASAL 24C ayat (1) UUD 1945 hasil amandemen satu naskah menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang Undang Dasar.
Persoalannya kemudian adalah terjadi ketidakpuasan terhadap putusan MK tentang UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) pada Pasal 169 point q mengenai persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden, yang menyatakan bahwa berusia paling rendah empat puluh tahun.
Persoalannya adalah MK memutuskan mengubah Pasal 169 poin q, yang memungkinkan Gibran Rakabuming Raka yang berumur 36 tahun dan Prabowo Subianto yang berumur 72 tahun dapat mendaftar sebagai pasangan Capres dan Cawapres.
Putusan MK dilakukan dengan menambahkan norma baru, yang sesungguhnya menjadi kewenangan DPR bersama pemerintah dalam membuat UU Pemilu.
Persoalan meningkat, yaitu Pasal 24C ayat (6) dalam UUD 1945 hasil amandemen satu naskah menyatakan bahwa pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang MK diatur dengan undang-undang.
Persoalan menambahkan norma baru telah membuka celah hukum kepada masyarakat untuk menuntut pengajuan gugatan opsi pemberhentian hakim konstitusi. Akibat dari celah hukum tersebut, membuat Pasal 24C ayat (1) tentang putusan MK yang bersifat final dapat terkoreksi dan tidak berlaku.
Proses pemberhentian hakim konstitusi terbuka dengan menggunakan mekanisme mahkamah kehormatan MK (MKMK).
Meskipun demikian, aspek yang dilarang pada hakim konstitusi diatur pada Pasal 27B point b dalam UU 24/2003 tentang MK dalam satu naskah, yaitu (1) melanggar sumpah jabatan/janji; (2) menerima suatu pemberian atau janji dari pihak yang berperkara, baik langsung maupun tidak langsung; dan/atau (3) mengeluarkan pendapat atau pernyataan di luar persidangan atas suatu perkara yang sedang ditanganinya mendahului putusan.
Artinya, persoalan terbukanya celah hukum atas potensi kekosongan hukum yang mungkin akan berlarut-larut dan berpotensi menimbulkan penundaan Pemilu, atas konsekuensi gugatan tentang persyaratan umur Capres Cawapres, telah mempunyai solusi melalui mekanisme MKMK.
Jalan terang tersebut berupa menguji sembilan hakim konstitusi, minimal terhadap Ketua MK, atas potensi pelanggaran dari pelarangan hakim konstitusi terhadap Pasal 27B point b dalam UU 24/2003 tentang MK di atas.
Masalahnya, jika MKMK memutuskan terjadi pelanggaran terhadap pelarangan hakim konstitusi, maka Pemilu berpotensi besar kacau terbuka lebar-lebar. Krisis yang dipicu maksud sesungguhnya atas parameter persyaratan umur adalah
proxy akumulasi representasi terhadap ketepatan kualitas kesehatan fisik dan mental, kehandalan, dan kapasitas kepemimpinan.
Keraguan, yang segera teruji atas perolehan suara terbanyak dalam hasil pemilu yang jujur dan adil.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef); Pengajar Universitas Mercu Buana