Rekomendasi Ombudsman RI terkait impor bawang putih sebagai upaya memperbaiki tata kelola pangan nasional mendapat respon positif dari Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Berbicara pada acara penyerahan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) mengenai penerbitan izin impor bawang putih pada Selasa (18/10), Kepala Bapanas yang juga Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Pertanian Arief Prasetyo Adi menyatakan pihaknya mengapresiasi langkah Ombudsman.
“Saya sampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Ombudsman, karena mau masuk sampai ke detail bawang putih. Ke depannya kita bisa sama-sama ke produk strategis lainnya yang ada di NFA, misalnya daging kerbau, daging sapi, beras atau lainnya,” ujar Arief di Kantor Ombudsman RI, seperti dimuat situs Bapanas.
Menanggapi perhatian Ombudsman RI terkait proses importasi bawang putih, Arief menegaskan bahwa Bapanas fokus pada kalkulasi kebutuhan nasional dan disandingkan dengan proyeksi produksi.
“Kami di Bapanas tugasnya merumuskan kalkulasi yang akurat dengan disandingkan data produksi nasional. Dengan itu akan terlihat apakah diperlukan adanya importasi untuk mencukupi kebutuhan nasional. Penyusunan kalkulasi tersebut ke depannya akan semakin akurat karena dilakukan bersama tim Kementerian Pertanian,” ujar Arief yang juga Plt. Menteri Pertanian.
“Lalu terkait realisasi importasi, ini sangat diperlukan komitmen bersama di semua pihak yang terkait. Realisasi impor itu harusnya sepakat dan ada komitmen penuh bagi pemegang kuota impor. Kalau realisasinya tidak ada, perlu ada punishment. Contohnya bisa dilihat pada realisasi impor gula yang baru 26 persen. Ini bisa mengganggu stok nasional,” sambungnya.
Lebih lanjut, Kepala Bapanas menjelaskan pihaknya senantiasa berusaha menciptakan keseimbangan dalam ekosistem pangan mulai dari hulu sampai hilir. Ia juga kembali menegaskan komitmen pemerintah bahwa realisasi impor tidak akan mengusik harga petani.
“Bapanas selalu berupaya membuat keseimbangan antara harga di tingkat petani sampai harga di tingkat konsumen sesuai arahan Bapak Presiden," katanya.
"Apabila para pemegang kuota impor memerlukan fleksibilitas harga dikarenakan harga negara asal komoditas lebih tinggi daripada harga Indonesia, itu nanti akan kita lihat bagaimananya. Sementara di sisi lain, tentu pemerintah selalu ingin mensejahterakan petani kita,” lanjut Arief.
Ia mengatakan, pihaknya akan melakukan apapun yang bisa menjadikan pertanian Indonesia lebih baik.
"Apapun yang bisa menjadikan harga pangan sampai ke konsumen bisa lebih baik, juga kita kerjakan. Ke depan perbaikan proses importasi terutama bawang putih seperti yang direkomendasikan Ombudsman ini akan jadi rujukan," katanya.
"Kuota impor bawang putih akan dibatasi sehingga tidak terjadi over stock. Kita akan atur untuk kecukupan buffer stock kebutuhan nasional,” demikian Arief.
Sementara itu, anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan saat ini masyarakat terbebani harga bawang putih yang lebih tinggi yang menurutnya terjadi karena adanya hambatan di dalam pemberian izin yang regulasinya tidak dijalankan secara optimal.
“Harusnya bawang putih yang sekarang dinikmati oleh masyarakat itu bisa lebih murah. Inti poinnya itu adalah adanya hambatan di dalam pemberian izin akibat tadi regulasi tidak dijalankan," kata Yeka.
"Kami tentunya sesuai dengan roda berjalan kalau itu diabaikan dalam 30 hari, kami akan melakukan (penyampaian) rekomendasi (sampai) atasannya Menteri (terkait) yaitu Presiden,” ujarnya.
Saat ini kebutuhan bawang putih secara nasional masih harus dipenuhi dari luar mengingat produksi dalam negeri belum mencukupi kebutuhan.
Berdasarkan Prognosa Neraca Pangan Nasional tahun 2023, produksi bawang putih dalam negeri hanya sekitar 23 ribu ton, sedangkan kebutuhan bawang putih nasional dalam sebulan sekitar 55,7 ribu ton atau dalam setahun mencapai 669 ribu ton.