Presiden Konfederasi Asosiasi Jurnalis ASEAN (CAJ) Atal S. Depari/Net
Jalur Sutra merupakan jaringan jalur perdagangan kuno yang menghubungkan Timur dan Barat. Jalur ini melambangkan tidak hanya perdagangan bersejarah, namun juga pertukaran dan kerja sama budaya.
Begitu kata Presiden Konfederasi Asosiasi Jurnalis ASEAN (CAJ) Atal S. Depari saat berbicara di acara Belt and Road Journalists Forum (BRJF) 2023 yang digelar di Hotel Friendship, Beijing, China, Kamis pagi (12/10).
Acara yang mengusung tema “Membangun Jalur Sutra yang Indah, Bersama-sama Mendorong Kemakmuran dan Pembangunan” ini diselenggarakan Asosiasi Wartawan Seluruh China atau All China Journalist Association (ACJA) dan dihadiri tidak kurang dari 65 wartawan dari 36 negara, termasuk tuan rumah.
Peserta mewakili semua benua yang ada, Asia dan Oseania, Afrika, Eropa, dan Amerika. Sementara dari Indonesia turut diwakili oleh Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa dan Ahmad Kurnia yang merupakan perwakilan CAJ.
Dalam pemaparannya, Atal mengurai bahwa di abad 21, Inisiatif Sabuk dan Jalan China berupaya menghidupkan kembali dan memperluas warisan sejarah tersebut, untuk membina kerjasama dan konektivitas antar negara.
Dia yakin, wartawan memainkan peran penting dalam membentuk persepsi dan pemahaman publik terhadap upaya ambisius ini. Dengan mengusung semangat persatuan dan kolaborasi, CAJ yakin jurnalisme bisa menjadi jembatan dan bukan penghalang dalam perjalanan menuju dunia yang lebih saling terhubung.
“Profesi kami mengemban tanggung jawab untuk meningkatkan pemahaman, memfasilitasi dialog, dan meminta pertanggungjawaban pihak yang berkuasa,” tegasnya.
5 Prinsip Utama
Meski demikian, dia meminta agar ada 5 prinsip utama yang dipegang Forum Wartawan Jalur Sutra. Pertama prinsip transparansi. Pemerintah, dunia usaha, dan organisasi yang terlibat dalam Inisiatif Sabuk dan Jalan harus memprioritaskan transparansi dalam operasi mereka.
“Keterbukaan ini memungkinkan jurnalis untuk melaporkan secara akurat dan membantu membangun kepercayaan antar negara,” ujarnya.
Kedua, adanya pertukaran budaya. Atal ingin Jalur Sutra bukan sekadar tentang perdagangan, tapi turut menjadi saluran pertukaran ide, budaya, dan tradisi.
“Jurnalis harus menyoroti kekayaan budaya yang dapat dijalin oleh Inisiatif Sabuk dan Jalan, serta memupuk rasa saling menghormati dan menghargai,” lanjutnya.
Ketiga, prinsip pembangunan berkelanjutan. Wartawan harus memantau dengan cermat dampak lingkungan dan sosial dari proyek-proyek di sepanjang Belt and Road. Pembangunan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan sangat penting bagi keberhasilan jangka panjang dan keselarasan inisiatif ini.
Keempat, prinsip inklusivitas. Inisiatif Sabuk dan Jalan harus memberikan manfaat bagi semua negara yang berpartisipasi, bukan segelintir orang saja. Jurnalis harus memperkuat suara komunitas yang terpinggirkan dan memastikan bahwa peluang dapat diakses oleh semua orang.
Kelima, prinsip resolusi konflik. Dalam pemberitaan, wartawan harus memperhatikan potensi konflik yang mungkin timbul akibat perbedaan kepentingan dan cara pandang. Mempromosikan dialog dan penyelesaian perselisihan secara damai sangat penting bagi keberhasilan inisiatif ini.
Kesimpulannya, Inisiatif Satu Sabuk Satu Jalan (Belt and Road Initiative) merupakan upaya monumental yang menjanjikan kemakmuran dan pembangunan yang lebih besar bagi negara-negara yang berpartisipasi.
“Namun, untuk benar-benar membangun Jalur Sutra yang indah, kita harus menerapkan transparansi, pertukaran budaya, keberlanjutan, inklusivitas, dan resolusi konflik,” tutupnya.