Ketua Program Studi Kajian Terorisme pada Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI), Muhamad Syauqillah (kiri)/Repro
Wacana hadirnya internet provider milik Elon Musk Starlink ke Indonesia menjadi isu pembahasan sejumlah pihak.
Selain kegelisahan persaingan dengan pengusaha internet lokal, Starlink disebut akan menjadi ancaman kedaulatan siber Indonesia.
Ketua Program Studi Kajian Terorisme pada Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI), Muhamad Syauqillah mengatakan, bahwa dirinya mempersilahkan jika siapapun dan perusahaan apapun dapat berinvestasi di Indonesia.
Namun, dia menekankan wacana ini harus benar-benar mengikuti aturan yang berlaku.
"Saya tidak mempermasalahkan jika ada investasi (provider internet) Starlink ke Indonesia selama mengikuti aturan-aturan kita, itu yang fundamental," papar Syauqi akrab disapa, dalam kanal Podcast Sobat Cyber Indonesia yang dikutip
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (6/10/).
Dia mengatakan, Indonesia menjadi salah satu market terbesar dari sisi konsumsi penggunaan internet.
“Ada sisi positif dalam pemerataan digital seluruh Indonesia jika memang Starlink dapat mewadahinya,” jelasnya.
Starlink telah masuk di Indonesia dengan skema bisnis B2B. Namun, wacana Starlink akan memberikan layanan langsung ke masyarakat menimbulkan pro dan kontra, terutama keamanan siber Indonesia.
Menkominfo Budi Arie Setiadi berujar pihaknya akan mengkaji secara mendalam aturan-aturan yang harus diikuti oleh Starlink.
Syauqi menambahkan, jika aturan-aturan yang diminta pemerintah diabaikan Starlink maka risiko terbesar yakni bebasnya filterisasi atau pengaturan konten yang menyebabkan riskannya keamanan negara.
"Data tahun 2022, ada 190 ribu konten yang radikal, intoleran, yang teror. Bayangkan jika saluran internetnya kita tak punya kendali, itu seperti apa, kita punya kendali saja sangat masif sekali," bebernya.
Pakar terorisme dan siber dari Universitas Indonesia ini tidak menyangkal bahwa ranah siber telah digunakan oleh para pelaku terorisme dan radikalisme untuk mengelola dan mengkoordinasikan kegiatan mereka di Indonesia.
Bahkan tidak tanggung-tanggung, kelompok teroris telah memanfaatkan
dark web sebagai media penyebaran dana untuk mendukung aksi-aksi teror di Indonesia.
““Mereka (teroris) bukan orang yang nggak melek teknologi. Pendanaan teroris sudah ada melalui
dark web,” ungkap Syauqi.
Tanpa adanya kendali pemerintah, Starlink dapat menjadi katalis peningkatan meningkatkan aksi terorisme di Indonesia.
Tidak hanya aksi terorisme, Syauqi juga menjelaskan bahwa hadirnya Starlink ke masyarakat apalagi tanpa dipagari dengan aturan-aturan tegas, dapat menimbulkan risiko yang besar.
Salah satunya melalui kewajiban penempatan gateway di Indonesia dan mekanisme kerja sama dengan pelaku usaha dalam negeri, akan memperbesar risiko separatisme di Papua.
“Tanpa adanya kendali pemerintah atas Starlink, jelas layanan internet ini dapat digunakan separatisme Papua untuk mengkoordinasikan serangannya terhadap aparat keamanan, pemerintah dan masyarakat,” ungkapnya lagi.
"Sejatinya kita tidak alergi terhadap investasi, karena punya dampak positif bagi negara, tapi Starlink harus taat dengan regulasi yang ada di Indonesia," tandas Syauqi.