Tersangka M Lutfi (membelakangi lensa) saat ekspose di KPK/RMOL
Walikota Bima 2018-2023, Muhammad Lutfi (MLI), diduga menerima setoran uang senilai Rp8,6 miliar dari kontraktor yang menggarap dua proyek di lingkungan Pemerintah Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, secara resmi mengumumkan M Lutfi sebagai tersangka dugaan korupsi terkait turut serta dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa, serta penerimaan gratifikasi.
"Diperoleh alat bukti untuk dibawa ke tahap penyidikan, maka KPK kemudian menetapkan dan mengumumkan tersangka MLI," kata Firli kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis malam (5/10).
Firli membeberkan konstruksi perkara yang menjerat Lutfi. Pada 2019, Lutfi bersama salah satu keluarga intinya mulai mengkondisikan proyek-proyek yang akan dikerjakan Pemkot Bima.
Tahap awal pengkondisian itu dilakukan dengan meminta dokumen berbagai proyek yang ada di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Selanjutnya Lutfi memerintahkan beberapa pejabat di Dinas PUPR dan BPBD menyusun berbagai proyek yang memiliki nilai anggaran besar, dan proses penyusunannya dilakukan di rumah dinas jabatan Walikota Bima.
"Nilai proyek di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima untuk tahun anggaran 2019-2020 mencapai puluhan miliar rupiah," jelas Firli.
Lutfi secara sepihak menentukan para kontraktor yang siap dimenangkan untuk pekerjaan proyek-proyek itu. Proses lelang tetap berjalan, tetapi hanya formalitas. Faktualnya para pemenang lelang tidak memenuhi kualifikasi sebagaimana ketentuan.
"Atas pengkondisian itu, MLI menerima setoran uang dari para kontraktor yang dimenangkan, dengan jumlah mencapai Rp8,6 miliar," ungkap Firli.
Antara lain berasal dari kontraktor yang dimenangkan dalam proyek pelebaran Jalan Nungga Toloweri, dan pengadaan listrik dan PJU Perumahan Oi'Foo.
"Teknis penyetoran uang melalui transfer rekening bank atas nama orang-orang kepercayaan MLI, termasuk keluarga. Ditemukan pula ada penerimaan gratifikasi oleh MLI, diantaranya dalam bentuk uang dari pihak-pihak lain, dan tim penyidik terus melakukan pendalaman," pungkas Firli.
Atas perbuatannya, Lutfi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i dan atau Pasal 12B UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.