Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu/Net
Pengadilan tinggi Israel menggelar sesi debat terkait permohonan banding terhadap UU yang membatasi bagaimana seorang perdana menteri dapat diberhentikan dari jabatannya.
Debat yang dilakukan pada Kamis (28/9) ini digelar ketika Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menghadapi protes terhadap perombakan peradilan, seperti dikutip Reuters.
Sebelas dari 15 hakim Mahkamah Agung mendengarkan tiga banding terhadap UU yang disahkan oleh parlemen pada bulan Maret, yang menetapkan bahwa seorang perdana menteri hanya dapat dinyatakan tidak layak menjabat karena alasan kesehatan.
UU tersebut juga menetapkan bahwa dua pertiga mayoritas di kabinet diperlukan untuk mengambil langkah tersebut, sebelum tindakan tersebut disetujui oleh setidaknya 80 dari 120 anggota parlemen.
Para penentang berpendapat bahwa perubahan legislatif dimaksudkan semata-mata untuk menguntungkan Netanyahu, karena menghilangkan kemungkinan dia dicopot dari jabatannya karena tuduhan korupsi.
Pada Mei 2020, Netanyahu menjadi perdana menteri Israel pertama yang diadili atas serangkaian tuduhan korupsi yang ia bantah.
Menjelang sidang Mahkamah Agung, puluhan pengunjuk rasa berunjuk rasa di luar kediamannya di Yerusalem, di mana empat orang ditangkap.
Menteri Kehakiman Yariv Levin menyatakan sidang tersebut sebagai upaya untuk membatalkan pemilu, dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh kantornya. Dia duduk di kabinet bersama para sekutu ekstrem kanan dan ultra-Ortodoks yang terpilih pada bulan November.
Permohonan yang diajukan ke pengadilan menuntut UU tersebut dibatalkan atau ditunda hingga pemilu berikutnya.
Terakhir kali seorang perdana menteri Israel dinyatakan tidak layak menjabat adalah pada tahun 2006, ketika petahana Ariel Sharon dirawat di rumah sakit dan digantikan oleh wakilnya Ehud Olmert yang memegang jabatan tersebut hingga pemilu berikutnya.
Pihak oposisi kemudian berupaya agar Olmert dicopot dari jabatannya, namun Mahkamah Agung menolak upaya tersebut.
Para hakim mencapai kesimpulan yang sama pada tahun 2021, ketika memutuskan bahwa Netanyahu dapat tetap berkuasa meskipun ada tuduhan korupsi terhadapnya. Ia kemudian harus menanggalkan jabatannya karena gagal dalam pemilu, dan kembali menjabat pada November.
Sejak awal tahun ini, pemerintahannya telah terguncang oleh protes massa terhadap program reformasi peradilan.
Kabinet berpendapat bahwa perombakan ini diperlukan untuk menyeimbangkan kembali kekuasaan antara pejabat terpilih dan hakim, sementara para penentang mengatakan hal itu membuka jalan bagi otokrasi.
Demonstrasi yang diadakan setidaknya setiap minggu sejak bulan Januari secara konsisten menarik puluhan ribu pengunjuk rasa ke jalan, menjadikannya salah satu gerakan protes paling signifikan dalam sejarah Israel.