Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Profesor Jimly Asshiddiqie/Ist
Gugatan batas usia capres dan cawapres di Mahkamah Konstitusi tidak perlu dipolitisasi. Pasalnya, semakin dipolitisasi, justru akan merugikan dan membuat malu Presiden Joko Widodo.
"Saya rasa enggak usah dipolitisasi. Itu bikin malu Pak Jokowi," kata mantan Ketua MK Profesor Jimly Asshiddiqie kepada wartawan, Selasa (26/9).
Jimly mengatakan, gugatan batas usia capres dan cawapres yang sedang ramai diperbincangkan saat ini adalah masalah sepele.
Menurutnya, persoalan itu sebenarnya bukan masalah yang berat. Sebab, terkait batasan usia capres dan cawapres itu dasarnya adalah undang-undang.
“Itu kan soal masalah sepele, tetek bengek, terserah pembentukan undang-undang. Apa coba, mau 35, 30, 25, 40, 60? Dasarnya apa? Ya diatur di undang-undang itu saja,” ucapnya.
Terpisah, Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan, Mahkamah Konstitusi tidak bisa mengubah aturan perundangan soal pembatasan usia minimal capres-cawapres ke MK.
Proses pengubahan aturan, kata Mahfud, hanya dapat dilakukan lewat lembaga legislatif.
“MK tidak boleh membatalkan atau mengubah sebuah aturan, tidak boleh,” kata Mahfud.
Adapun gugatan itu dilayangkan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). PSI menggugat aturan perundangan soal pembatasan usia minimal capres-cawapres ke MK.
PSI Ingin agar aturan batasan usia minimal capres-cawapres diubah dari 40 tahun menjadi 35 tahun. Selain PSI, ada juga Partai Garuda yang kemudian ikut menggugat atau mengajukan uji materi atas aturan ini.
Aturan pembatasan usia minimal capres-cawapres ini tertuang dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Pasal tersebut berbunyi: “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: q. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”.