Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Menolak Implikasi Kekuasaan Negara

SENIN, 25 SEPTEMBER 2023 | 07:23 WIB | OLEH: DR. IR. SUGIYONO, MSI

PASAL 33 UUD 1945 hasil amandemen dalam satu naskah ayat (2) menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara

Ayat (2) berbunyi bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kemudian Pasal 4 ayat (1) berbunyi presiden republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.

Persoalannya kemudian adalah sekalipun terdapat pernyataan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, selanjutnya kekuasaan pemerintahan dipegang oleh presiden, namun dalam dunia nyata ditemukan keberagaman tingkat kemakmuran rakyat.

Keberagaman status kemakmuran rakyat tersebut selanjutnya terkesan menimbulkan hasrat besar untuk berhasil melakukan perubahan sosial, berupa naik status kemakmuran. Ingin menjadi kaya raya, namun ditemukan ketimpangan kekayaan sangat ekstrim.

Juga ditemukan perbedaan waktu yang sangat nyata dalam mencapai tahapan menjadi kemakmuran rakyat, maupun terjerembab menjadi gagal makmur.

Persoalan berikutnya adalah luas tanah tidak mudah diperluas, sedangkan peningkatan jumlah penduduk terus bertambah berjuta-juta dan bermiliar-miliar. Perluasan luas tanah menggunakan pembangunan secara bertingkat memerlukan biaya yang besar. Ekspedisi ke planet lain untuk memperluas luas tanah juga tidak menggembirakan.

Yang dapat dilakukan adalah memperluas kekuasaan terhadap luas tanah secara “damai” dengan melakukan kerjasama ekonomi melalui pengembangan investasi secara langsung (FDI) dan tidak langsung (investasi portofolio).

Oleh karena keberadaan persoalan tersebut di atas, maka ditetapkan UU 2/2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Selanjutnya UU 2/2012 direvisi menjadi UU 6/2023 tentang Cipta Kerja.

Pengadaan tanah didefinisikan sebagai kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Selanjutnya hak atas tanah didefinisikan dalam UU 5/1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria dan hak lain.

Persoalannya kemudian adalah pemegang kekuasaan adalah negara dan dilaksanakan dalam bentuk kekuasaan pemerintahan, maka penolakan terhadap UUD 1945 satu naskah, UU 2/2012, dan UU 6/2023 dalam bentuk dinamika sungguh tidak mudah tercapai kesepakatan dan diperlukan waktu yang sangat panjang tentang proses ganti rugi dalam praktek pengadaan tanah. Bersengketa dalam ganti rugi.

Akibatnya, persoalan cepat membesar dan mengancam disintegrasi bangsa, ketika berkembang pemahaman dan keyakinan bahwa pemegang kekuasaan itu bukan negara. Kekuasaan bukan dipegang oleh pemerintah. Kekuasaan bukan dipegang oleh presiden.

Hal itu bersumber dari keyakinan bahwa pemerintahan tidaklah senantiasa bijaksana. Keberpihakan pemerintah memprioritas kemakmuran bukan kepada rakyat kecil, minimal yang dikonstruksikan seperti itu.

Penulis adalah peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), yang juga pengajar di Universitas Mercu Buana

Populer

Prabowo Perintahkan Sri Mulyani Pangkas Anggaran Seremonial

Kamis, 24 Oktober 2024 | 01:39

Karangan Bunga untuk Ferry Juliantono Terus Berdatangan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 12:24

Jejak S1 dan S2 Bahlil Lahadalia Tidak Terdaftar di PDDikti

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:30

KPK Usut Keterlibatan Rachland Nashidik dalam Kasus Suap MA

Jumat, 25 Oktober 2024 | 23:11

UI Buka Suara soal Gelar Doktor Kilat Bahlil Lahadalia

Senin, 21 Oktober 2024 | 16:21

Hikmah Heboh Fufufafa

Minggu, 20 Oktober 2024 | 19:22

Begini Kata PKS Soal Tidak Ada Kader di Kabinet Prabowo-Gibran

Minggu, 20 Oktober 2024 | 15:45

UPDATE

DPR Sambut Baik Upaya Indonesia Ingin Gabung BRICS Plus

Senin, 28 Oktober 2024 | 05:53

Divonis 20 Tahun Penjara, Pelaku Pembunuhan di Subang Ajukan Kasasi

Senin, 28 Oktober 2024 | 05:37

Asupan Protein Ikan Pegang Peran Penting Gizi Rakyat

Senin, 28 Oktober 2024 | 05:15

Fraksi PKS Dukung Visi Swasembada Pangan dan Energi Prabowo

Senin, 28 Oktober 2024 | 04:58

Aksi Heroik Kapal Bakamla

Senin, 28 Oktober 2024 | 04:46

Lahan Tembakau Blora Berkembang Pesat, Petani Sejahtera

Senin, 28 Oktober 2024 | 04:03

Bermain Imbang 0-0 Lawan Australia, Timnas U-17 Pastikan Lolos Piala Asia

Senin, 28 Oktober 2024 | 03:50

Bukit Tidar yang Penuh Kenangan

Senin, 28 Oktober 2024 | 03:24

DPD Dorong Lemhanas Bikin Film Bertema Patriotisme

Senin, 28 Oktober 2024 | 03:08

Pakar Hukum Endus Ada Pengkondisian Kasus Denny Indrayana

Senin, 28 Oktober 2024 | 02:29

Selengkapnya