Kutipan buku biografi Elon Musk yang ditulis Walter Isaacson mendapat sorotan dari Profesor Igor Eisenberg dari Universitas New York.
Dalam wawancara televisi pada Minggu (10/9), Eisenberg mengatakan, Musk bisa memberikan pengaruh yang buruk dalam politik dunia.
"Dia tidak menyetujui aktivasi layanan Starlink untuk beroperasi di Krimea guna menyerang Armada Laut Hitam Rusia dengan drone Ukraina," katanya, seperti dikutip dari
Espreso TV.
Di dalam bukunya, Isaacson mengatakan bahwa Musk mematikan akses Ukraina ke Starlink karena ia takut penyergapan armada angkatan laut Rusia di Krimea dapat memicu respons nuklir dari Kremlin.
"Ukraina menargetkan kapal-kapal Rusia di Sevastopol dengan drone kapal selam yang membawa bahan peledak tetapi mereka kehilangan koneksi ke Starlink, sehingga akhirnya terdampar di darat," tulis Isaacson di dalam buku itu.
SpaceX, di mana Musk adalah pemegang saham terbesarnya, mulai menyediakan ribuan antena satelit Starlink ke Ukraina tak lama setelah Rusia melancarkan serangan besar-besaran terhadap tetangganya pada Februari tahun lalu.
Elon Musk telah membantah apa kutipan tersebut dengan mengatakan ia "tidak menonaktifkan apa pun" karena memang belum diaktifkan di wilayah tersebut saat itu. Ia menegaskan lagi bahwa ia "tidak memberikan akses" kepada Kyiv ke jaringan tersebut.
“Jika saya menyetujui permintaan mereka, maka SpaceX akan secara eksplisit terlibat dalam tindakan besar perang dan eskalasi konflik," ujar Musk dalam postingannya di X untuk menjawab kutipan buku Isaacson.
Igor Eisenberg kemudian melanjutkan wawancaranya dengan mengatakan, ia bisa membandingkan sikap Elon Musk dengan kebijakan Trump ketika Trump bertemu dengan Putin di Helsinki yang ia sebut "berusaha menyenangkannya".
Menurutnya, Musk justru memainkan peran yang lebih destruktif.
Bagaimanapun, Trump adalah presidennya, ia memiliki kerangka kerja tertentu di mana ia dapat bertindak. Sementara Musk, tidak punya kepentingan dan kerangka kerja apa pun.
Kecintaan Elon Musk terhadap "diktator seperti Putin" sama seperti yang ditunjukkan Trump, kata Eisenberg. Namun dalam hal ini, Trump sebagai presiden mungkin punya alasan khusus.
"AS sebagai sebuah negara perlu memastikan sikap keduanya," kata Eisenberg. "Peran Musk akan semakin mengganggu, mesti ada kerangka hukum yang membatasi apa yang dia lakukan."
Dengan sikap Musk seperti itu, tentunya ia tidak bisa menjadi presiden AS, menurut Eisenberg, mengacu pada banyaknya kabar yang menyebutkan ada kemungkinan Elon Musk mencalonkan diri pada pemilihan 2024.
“Musk tidak bisa menjadi presiden Amerika, karena dia tidak lahir di Amerika. Kemudian, pengaruhnya terhadap politik Amerika dan dunia serta peristiwa-peristiwa di dunia bisa sangat merusak," kata Eisenberg.
Namun, Eisenberg menyadari bahwa mayoritas Partai Republik selalu menyukai apa yang dilakukan Musk.